Radar Sampit, Minggu, 18 Juni 2023
Anda tidak akan pernah memahami birokrasi sampai Anda memahami bahwa bagi birokrat, prosedur adalah segalanya dan hasil tidak berarti sama sekali. Asli: You will never understand bureaucracies until you understand that for bureaucrats, procedure is everything and outcomes are nothing.
– Thomas Sowell (1930- ), Ekonom dari Amerika Serikat
Birokrasi adalah tempat kita semua jatuh sakit. Die Bürokratie ist es, an der wir alle kranken.
– Otto von Bismarck(1815-1898), negarawan dan perdana menteri dari Jerman
Jadi, jika kita berbohong kepada pemerintah, itu kejahatan. Jika mereka berbohong kepada kita, itu politik.
– Bill Murray (1950- ), aktor Amerika
Dalam politik, kebodohan bukanlah cacat.
– Napoleon Bonaparte
Salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan.
– Cal Thomas (1942), kolumnis, pengarang dan komentator Amerika
Catatan Pengantar Andriani SJ Kusni
Tentang Konsep Osborne-Gaebler
Terjemahan buku Reinventing Government diterbitkan tahun 2005. Selama 23 tahun kehadirannya, nampak apa yang diketengahkan oleh David Osborne dan Ted Gaebler selaku penulis mulai menyusup ke dunia akademi dan ke kalangan para politisi.
Barangkali pengaruh ini berkaitan dengan perkembangan reformasi 1998 yang oleh berbagai pihak disebut telah dibajak, dibajak terutama oleh kelompok oligark yang sekarang menguasai penyelenggaraan Negara dengan menyingkirkan ide utama reformasi di segala bidang. Buku ini seakan memberi dasar teori bagi berlangsungnya kombinasi politisi-pembisnis seperti halnya karya Franḉis Fukuyama, The End of History, memberi penjelasan tentang keruntuhan Uni Soviet dan negeri-negeri sosialis Eropa Timur, lalu dilanjutkan oleh S. Huntington dengan buku Benturan Budaya, yang mencoba menggambarkan kontradiksi Barat versus Islam.
Resensi buku Reinventing Government ini, kami dahulukan penyiarannya dibandingkan dengan naskah-naskah tersedia lainnya karena kami ingin segera mengajak para pembaca menjawab pertanyaan: Benarkah tawaran gagasan Osborne dan Gaebler cocok untuk Indonesia yang kebingungan mencari jalan keluar? Apakah gagasan Reinventing Government sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945? Apa dampaknya bagi negeri dan bangsa ini apabila konsep Osborne dan Gaebler dijadikan pegangan oleh para penyelenggara Negara?
“Bahinip itah matei,” ujar seorang petani Samuda yang sering kami kutip dan “salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan”, tulis Cal Thomas (1942), kolumnis, pengarang dan komentator Amerika.
Kita biarkankah kebenaran dicampakkan dari kehidupan?
Dunia pemikiran memang merupakan suatu gelanggang di mana orientasi sebuah negeri dan bangsa ditetapkan. Hasil pergulatan pemikiran ini akan menetapkan sistem apa yang akan diterapkan oleh penyelenggara Negara untuk negeri ini dan hal demikian mempengaruhi seluruh bidang kehidupan termasuk kebudayaan.[]
Resensi Buku
Mewirausahakan Birokrasi:
Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik
Oleh: Sukidjo | Penyunting: Andriani SJ Kusni
Judul asli: Reinventing Government: How the Entrepreneurial is Transforming the Public Sector
Pengarang: David Osborne & Ted Gaebler
Penerjemah: Abdul Rosyid
Tahun Penerbitan: 2000
Penerbit: Pustakawan Binaman Pressindo
ISBN 979-442-043-3
Jumlah Halaman: 400 + xx
Buku ini terdiri atas 11 bab dilengkapi 2 lampiran dan indeks. Di dalam Pendahuluan, diuraikan tentang perestroika Amerika Serikat yang memberikan gambaran bahwa sejak tahun 1980 kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sudah menurun, bahkan pada tahun 1990-an penurunan kepercayaan tersebut cukup tajam sehingga dapat dikatakan pemerintahan sudah mati atau menemui jalan buntu.
Sehubungan dengan itu, tidak mengherankan jika hanya 5% warga Amerika Serikat yang akan memilih jabatan dalam pemerintahan dan hanya 13% dari pegawai tinggi federal yang merekomendasikan karier pegawai negeri. Pada tahun 1990, USA mengalami defisit yang tradisional yang sifatnya mengatur, menguasai menuju ke arah memberikan kesempatan kepada masyarakat.
Langkah pertama, mewirausahakan birokrasi adalah pemerintah lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat mengarahkan daripada kegiatan yang sifatnya mengatur. Konsekuensinya, perlu ada redistribusi kepenguasaan dan pemerintah. Secara tradisional, peran pemerintah adalah mengatur dan kurang mengedepankan dialog. Dalam konsep baru, peran pemerintah diharapkan lebih bersifat mengarahkan pada dialog serta membangun kemitraan dengan swasta khususnya kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan.
Langkah kedua, dilakukan dengan cara menempatkan pemerintah sebagai milik masyarakat dengan mengutamakan memberikan wewenang ketimbang melayani. Pemberian wewenang kepada masyarakat dipandang sebagai suatu tradisi yang telah berlaku di Amerika, mengingat negara Amerika Serikat merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok organisasi masyarakat yang mandiri. Jika para birokrat tetap mengendalikan pelayanan publik, berarti akan mengurangi kepercayaan dan kompetensi warga masyarakat sehingga akan berdampak pada ketergantungan, dan adanya ketergantungan sudah tentu kurang menguntungkan. Dengan adanya pemberian kewenangan kepada masyarakat, maka partisipasi masyarakat akan meningkat. Dicontohkan dalam bidang pendidikan, para orangtua membentuk dewan sekolah dan dewan ini bertindak sebagai direksi, mempekerjakan dan menentukan kepala sekolah atas dasar jasa atau prestasi kerjanya dan bukan atas dasar senioritas belaka. Dengan memberikan kewenangan kepada masyarakat diharapkan akan dapat membangkitkan kepercayaan serta mampu memberikan solusi yang lebih baik mengingat masyarakat memiliki komitmen yang lebih tinggi serta lebih memahami masalahnya dan dapat menegakkan standar perilaku yang lebih efektif.
Langkah ketiga, perlunya pemerintahan yang kompetitif yakni perlunya persaingan dalam memberikan pelayanan. Kompetisi yang sehat akan memberikan keuntungan antara lain terjadinya efisiensi yang lebih besar, meningkatkan respon terhadap kebutuhan pelanggan, mendorong inovasi, dan membangkitkan rasa harga diri maupun semangat juang.
Langkah keempat, perlu adanya perubahan dalam tata kerja pemerintahan, yakni mengubah dari sistem pemerintahan yang digerakkan oleh peraturan menuju pemerintahan yang digerakkan oleh misi. Misi yang akan dicapai hendaknya dipandang sebagai arah kebijakan pemerintah. Organisasi yang digerakkan dengan misi ternyata memiliki keuntungan, yakni akan lebih efisien dan efektif, inovatif, fleksibel, serta memiliki semangat kerja yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, disarankan dalam menyusun anggaran perlu didasarkan pada misi. Demikian juga dalam menentukan personalia. Untuk dapat membangun organisasi yang digerakkan oleh misi, perlu ada pernyataan tentang misi serta mengorganisasi berdasarkan misi dan bukan berdasarkan atas kekuasaan.
Langkah kelima adalah menciptakan pemerintahan yang berorientasi pada hasil. Penilaian hasil didasarkan pada kriteria kepuasan pelayanan, tingkat partisipasi masyarakat, serta kualitas lingkungan. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah sebaiknya mengembangkan sistem insentif sebagai bentuk penghargaan terhadap prestasi hasil.
Langkah keenam, adalah pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan yakni berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan (masyarakat) dan bukan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi. Jika pemerintah berorientasi kepada birokrasi, dikhawatirkan akan dapat menimbulkan arogansi birokrasi dan atau akan lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan kelompok kepentingan. Masyarakat merupakan pelanggan pelayanan pemerintah sehingga pelayanan kepada rakyat akan semakin baik. Untuk itu, pemerintah sebaiknya lebih mendekatkan diri kepada kebutuhan rakyat.
Langkah ketujuh, pemerintahan wirausaha merupakan pemerintahan yang berorientasi untuk menghasilkan daripada sekedar membelanjakan. Jika orientasi pemerintahan hanya pada pengeluaran maka akan terjadi pemborosan. Untuk itu, perlu ada perubahan orientasi yang mendorong kekuatan dan motif bahwa setiap pengeluaran hendaknya dapat menghasilkan target tertentu. Memang diakui bahwa untuk dapat menghasilkan diperlukan biaya. Biaya tersebut dapat dikenakan kepada mereka yang mendapatkan manfaat kegiatan yang bersangkutan. Pembiayaan atau pengeluaran hendaknya dipandang sebagai kegiatan menabung sehingga setiap pengeluaran atau investasi dimasudkan untuk mendapatkan hasil. Untuk itu, perlu diadakan pengubahan pada diri manajer publik termasuk pada birokrat agar selalu bertindak dan berpikir sebagai wirausaha, bersifat inovatif, efisien, serta berani melakukan investasi.
Langkah kedelapan adalah pemerintahan yang antisipatif sehingga perlu bertindak cepat dan mempersiapkan diri terhadap keadaan yang akan terjadi berdasarkan data dan trend yang ada pada saat kini. Oleh sebab itu, perlu menerapkan prinsip ‘mencegah lebih baik dari pada mengobati’. Dalam sistem pemerintahan tradisional, umumnya kegiatan yang dilakukan lebih banyak yang bersifat reaktif: menyelenggarakan pelayanan jasa untuk mengurangi masalah. Misalnya, untuk menanggulangi masalah kesehatan, pemerintah mendanai perawatan kesehatan. Untuk mengurangi kejahatan, pemerintah mendanai polisi yang lebih banyak. Dalam pemerintahan yang antisipatif: dalam mengurangi masalah kesehatan, pemerintah membangun sarana air bersih, pengolahan limbah, pengawasan makanan, menyelenggarakan vaksinasi dan sebagainya, yang semua kegiatan merupakan upaya pencegahan. Kegiatan pencegahan macam ini diharapkan akan lebih dapat memecahkan masalah daripada hanya memberikan pelayanan jasa. Untuk dapat mengantisipasi keadaan yang akan timbul, perlu dilakukan analisis berbagai tantangan yang kemungkinan akan terjadi kemudian mempersiapkan langkah-langkah mengantisipasinya. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya antisipatif terhadap apa yang akan terjadi diharapkan dampak negatif akan dapat diminimalisasi serta pembiayaan untuk mengatasi hal tersebut akan lebih sedikit, serta akan dapat menghindarkan diri dari kemungkinan krisis yang timbul. Sehubungan dengan itu, maka pemerintah hendaknya memiliki pandangan ke depan dan dapat mengantisipasi akan yang akan terjadi di masa depan, selanjutnya merumuskan sejumlah kegiatan daIam suatu kerangka rencana strategis. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya sekedar kegiatan yang sifatnya rutin. Untuk keperluan penyusun strategis dan penganggaran jangka panjang dapat dibentuk komisi masa depan.
Langkah kesembilan adalah pemerintahan desentralisasi. Lima puluh tahun lalu, pemerintahan yang tersentralisasi sangat diperlukan karena teknologi informasi masih primitif, komunikasi antarlokasi masih sangat lamban, sumber daya manusia masih lemah. Di masa kini, teknologi komunikasi berkembang pesat, komunikasi antardaerah berjalan lancar bahkan untuk daerah terpencil sekalipun, sumber daya manusia (lebih) berkualitas, sarana dan prasarana umum lengkap dan memadai. Bahkan perubahan keadaan dalam era globalisasi dapat dikatakan luar biasa sehingga wajar bila disebut sebagai era komunikasi dan teknologi. Apa yang terjadi di suatu wilayah dengan segera dapat diketahui oleh daerah lainnya. Dengan adanya kemajuan informasi dan teknologi maka pemerintahan yang berjiwa wirausaha menghendaki terjadinya desentralisasi dalam pengambilan keputusan. Pemerintahan atau lembaga yang terdesentralisasi memiliki keunggulan: (a) lebih fleksibel karena dapat memberikan respons yang lebih cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan yang berubah; (b) lebih efektif karena dapat mengetahui perkembangan setiap saat dan dapat menciptakan solusi yang lebih baik; (c) lebih inovatif karena terbukanya gagasan dan ide dari para pelaksana di lapangan; dan (d) memberikan semangat kerja lebih tinggi, komitmen yang tinggi sehingga produktivitas yang dicapai akan semakin meningkat. Dalam rangka mendesentralisasi organisasi publik, perlu dikembangkan manajemen partisipatif. Manajemen partisipatif akan berjalan baik dalam organisasi publik yang entrepreneurial pada seluruh tingkatan organisasi.
Langkah kesepuluh adalah pemerintahan yang berorientasi pada pasar di mana perubahan-perubahan dan kebijakan-kebijakan dilakukan melalui mekanisme pasar. Dibandingkan dengan manajemen administratif, mekanisme pasar memiliki beberapa keunggulan, antara lain: (a) lebih kompetitif sehingga lebih efisien serta mutu produk dan pelayanan terjaga; (b) mendorong pelanggan untuk membuat pilihan, mengingat jumlah produk relatif cukup banyak baik jumlah maupun jenisnya; (c) dapat memberikan respon yang lebih cepat terhadap perubahan yang terjadi. Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dalam dunia usaha, Pemerintah menyadari perlunya pengembangan budaya wirausaha bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sebenarnya, sejak akhir Orde Baru, pemerintah telah berusaha keras mengembangkan budaya wirausaha dengan melibatkan menteri, gubernur bank sentral serta seluruh masyarakat Indonesia. Tujuh belas menteri yang dilibatkan dalam pengembangan budaya kewirausahaan adalah menteri: Koperasi dan PPK, Perhubungan, Perdagangan, Pertanian, Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi, Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, Keuangan, Tenaga Kerja, Pendidikan dan Kebudayaan, Penerangan, Agama, Dalam Negeri, Menteri Negara PPN/Ketua Bappenas, Meneg Kependudukan/Ketua BKKBN, Meneg Pemuda dan Olahraga. Pengembangan budaya wirausaha ini tertuang dalam Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Jika dibandingkan dengan ide mewirausahakan birokrasi, pembudayaan kewirausahaan ini masih bersifat sentralistis sesuai dengan pola·kepemimpinan pada saat itu. Di masa Pemerintahan Reformasi, yang masanya dimulai oleh naiknya Presiden Habibie dan masih berlangsung hingga sekarang, pembudayaan kewirausahaan dilakukan secara terdesentralisasi yakni pemerintah menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi UKM dan golongan ekonomi lemah serta memberikan kredit lunak bagi UKM. Pada tingkat perguruaan tinggi, diprogramkan pula kegiatan untuk membudayakan kewirausahaan baik dengan jalan memberikan kesempataan yang luas menyebarluaskan pengetahuan dasar kewirausahaan, pembentukan sikap wirausaha pada mahasiswa, meningkatkan kegiatan magang kewirausahaan, penyelenggaraan konsultasi bisnis dan penempatan kerja, menyelenggarakan inkubator bisnis, serta perintisan program usaha dan jasa industri. Untuk merealisasi program pembudayaan kewirausahaan di perguruan tinggi, pemerintah memberikan dana stimulan yang dikelola oleh Direktorat Pendidikan Tinggi yang kemudian dituangkan dalam Program Pengembangan Budaya Kewirausahaan.
Sumber:
Sukidjo, S. (2002). Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Jurnal Cakrawala Pendidikan, XXI(2). DOI: https://doi.org/10.21831/cp.v2i2.1798. Retrieved from https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/1798.
Halaman Budaya SAHEWAN PANARUNG asuhan Kusni Sulang & Andriani SJ Kusni, Radar Sampit, Minggu, 18 Juni 2023. Redaktur: Farid M., Penata Letak: Rafi