Bupati Terus Bujuk warga, Terkait Rencana Perkebunan sawit.

Bupati Terus Bujuk warga, 
Terkait Rencana Perkebunan sawit.

in:adatlist@yahoogroups.com , Friday, 29 June 2012, 12:08

Makassar, AMAN Wil Sulawesi Selatan-Bupati Enrekang La Tinro La Tunrung terus membujuk warganya agar mau melepas lahan untuk perkebunan sawit. Investor membutuhkan lahan minimal 4.000 Hektar untuk merealisasikan perkebunan tersebut.
Pendekatan ini terus dilakukan karena ada beberapa warga yang berat hati melepaskan lahannya kepada Investor. sejumlah warga belum mengetahui berapa keuntungan ekonomi yang dia dapat jika lahan mereka dijadikan kebun sawit.
“saat ini ada masyarakat yang sangat setuju, masih berpikir, dan tidak setuju, kahadiran sawit sangat bagus kata Bupati Enrekang (28/6).
PT Astra Agro Lestari (AAL), butuh sedikitnya 4.000 hektar, tambahnya. Investor berharap masyarakat pemilik lahan bisa meminjamkan lahannya untuk perkebunan untuk mencapai luas lahan yang dibutuhkan.
Perkebunan rencananya berlokasi di Kec. Maiwa Kabupaten Enrekang, Pemkab di beri waktu sampai 31 juli untuk memediasi penyiapan lahan sawit tersebut. “soal talih asih, saya kira itu sudah besar. apalagi bersifat kontrak dan diplasmakan pula,”jelasnya.
sebelumnya anggota percepatan tim investor sawit Enrekang, HM Talib mengaku optimis rencana ini bisa berjalan di kecamatan Maiwa. sekitar 56 pemilik lahan sudah ada yang setuju dimasukkan dalam wilayah perkebunan sawit namun jumlahnya baru sekitar 2.000 hektar.
Selain di Enrekang perkebunan sawit juga akan di bangun di Soppeng. Investornya adalah PT Soppeng Palma Makmur anak perusahaan PT samuel Group telah mengantongi Izin perkebunan sawit di Soppeng. (sumber Fajar) rzl

Hak Masyarakat atas Tanah Adat Terabaikan

Hak Masyarakat atas Tanah Adat Terabaikan

Penanganan Konflik Tak Efektif karena Dilakukan secara Sektoral

Palangkaraya, Kompas –  Pengakuan negara terhadap hak masyarakat atas tanah adat masih lemah dari sisi hukum. Kebijakan hanya mengenal pemberian areal konsesi bagi usaha eksploitatif tanpa melindungi tanah atau hutan adat masyarakat.

Jika hal itu dibiarkan berlangsung, konflik antara masyarakat dan pemilik konsesi akan makin marak. Karena itu, pemerintah diminta kembali ke Pasal 33 UUD 1945 yang menempatkan hak masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan dari kekayaan alam Indonesia. Harus dilakukan perubahan besar berupa pengubahan ideologi ekonomi yang selama ini terkesan mengacu pada kapitalisme.

Hal ini mengemuka dalam sesi Journalist Class bertema ”Ekonomi Hijau: Memecahkan Konflik Tanah dan Ketidakamanan Penguasaan Tanah” di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (28/6). Acara hasil kerja sama Yayasan Perspektif Baru (YPB) dengan Kemitraan ini menghadirkan narasumber Siun Jarias (Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng), Mas Achmad Santosa (Deputi VI UKP4 Bidang Hukum), Noer Fauzi Rachman (Kepala Studi Agraria Sajogyo Institute).

Siun Jarias mengatakan, hingga Maret 2012, Tim Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Tanah/Lahan Provinsi Kalteng mencatat 327 konflik antara masyarakat dan perusahaan. ”Saya melihat ada tanda-tanda perlawanan masyarakat secara massal karena kita lalai memberi jalan keluar terbaik,” ujarnya.

Ia memaparkan, masyarakat adat Dayak ada sebelum Indonesia terbentuk. Namun, ketika investor masuk dan membutuhkan lahan, diberi izin konsesi atau usaha di lahan yang diakui milik masyarakat adat. Klausul perlindungan bagi masyarakat setempat hanya memberi pesan moral kepada perusahaan untuk membicarakan secara mufakat jika ada lahan masyarakat di dalam konsesi/izin itu.

Dari sisi hukum, tanah adat lemah dari sisi pembuktian karena hanya mengandalkan pengakuan. Karena tidak diakui secara hukum, tak ada jalur masuk bagi perlindungan masyarakat.

Siun mengusulkan, negara memberikan pengakuan atas tanah adat. ”Transmigran saja bisa mendapat tanah yang dilindungi hukum. Kenapa masyarakat asli tak bisa mendapatkan,” katanya.

Noer Fauzi menambahkan, penyelesaian ketimpangan penguasaan tanah dan sumber daya alam, konflik agraria, serta kerusakan lingkungan diamanatkan dalam Ketetapan MPR IX Tahun 2001. Meski demikian, sampai sekarang mandat ini tak dikerjakan dengan baik.

Ia mengatakan, penanganan konflik dilakukan sektoral dan kasus per kasus. Padahal, sering konflik timbul akibat perizinan tumpang tindih yang melibatkan lintas kementerian. Menurut dia, perlu pembentukan lembaga penyelesaian konflik lintas instansi.

Mas Achmad Santosa mencontohkan sejumlah instansi yang menangani konflik secara sektoral, yakni Deputi V Badan Pertanahan Nasional, Komnas HAM, Dewan Kehutanan Nasional, dan Task Force Penanganan Konflik Kehutanan. Selain itu, ada juga Tim ad hoc Penyelesaian Konflik Lahan di DPR/DPD, dan Tim Terpadu Penyelesaian Konflik di tingkat pemda.  (ICH)

Keributan Massa FBR dan PP Dinilai sebagai Premanisme

Keributan Massa FBR dan PP Dinilai sebagai Premanisme
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, menilai kisruh dua kelompok massa, Forum Betawi Rempug (FBR) dan Pemuda Pancasila (PP), sebagai bentuk dari premanisme. Jika mereka dibiarkan, aksi serupa akan terus terjadi dan tak terkendali. “Polisi harus tegas menindak mereka agar kejadian serupa tidak berulang,” ujarnya kemarin.

Dia menjelaskan, premanisme muncul akibat penegakan hukum yang lemah.

Pemerintah dan aparat, kata dia, harus bersinergi dalam mengendalikan massa ormas tersebut. “Jika perlu, dilakukan pembubaran atau pembinaan bagi ormas yang sering melakukan keributan.” Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Toni Harmanto mengatakan polisi tengah memeriksa 12 orang dalam kaitan dengan keributan yang berakibat tewasnya pimpinan FBR itu. Dalam kericuhan sengit di Pondok Aren, Tangerang Selatan, pada Rabu dinihari lalu, itu pelaku utamanya belum tertangkap.”Motif penyerangan baru dapat diketahui setelah pelakunya ditangkap,” ujar Toni.

Dia menjelaskan, saling serang itu melibatkan puluhan orang. Kelompok FBR datang dari pos di Jalan Ruko Sabar Garuda Asri, Pondok Aren, termasuk di dalamnya Muhidin, Ketua FBR Gardu 287 Pondok Betung. Tak berapa lama kemudian, datang kelompok lain langsung menyerang, yang mengakibatkan Muhidin tewas.

Setelah kejadian, situasi makin panas. Massa yang diduga anak buah Muhidin marah dan mendatangi rumah Karnadi, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang sekaligus Wakil Ketua I Pemuda Pancasila Tangerang. Tampa kompromi, massa tersebut menyerang rumah itu dan membakar dua mobil serta satu motor. Karnadi dan keluarganya lolos dari amuk massa.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, menduga pertikaian antara anggota FBR dan PP itu terjadi karena adanya rivalitas. Polisi berencana mempertemukan dua kelompok ini untuk berdialog. “Dalam waktu dekat, kami mengundang mereka,“ kata Rikwanto. Dia yakin pertemuan itu bisa menjadi solusi.

Karnadi tidak bersedia menyebut kelompok yang menyerang rumahnya adalah FBR pimpinan Muhidin.
“Semua kami serahkan kepada polisi,“ katanya. Sedangkan Koordinator FBR Wilayah Tangerang Raya, Solihin, membenarkan anak buahnya terlibat penyerangan rumah Karnadi. Aksi ini dilakukan sebagai reaksi atas tewasnya Muhidin. “Itu terjadi secara spontanitas. Meski tidak dibenarkan, itu sikap emosional,“ ujar Solihin.

AFRILIA SURYANIS | ANANDA PUTRI | ADITYA BUDIMAN | JONIANSYAH | AYU CIPTA | SUSENO

Indonesia Siapkan 1 Miliar Dollar AS untuk IMF

Indonesia Siapkan 1 Miliar Dollar AS untuk IMF
Penulis : Ester Meryana | Kamis, 28 Juni 2012 | 13:49 WIB
 

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, Indonesia akan memberikan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai komitmen untuk memperkuat permodalan lembaga tersebut. Ia mengatakan pemberian pinjaman maksimal 1 miliar dollar AS.

“Indonesia sebetulnya sudah menindaklanjuti komitmen tersebut. Pertemuan G20 akan meningkatkan kekuatan IMF di aspek permodalan. Yang kemarin di Meksiko adalah pinjaman dari negara anggota IMF kepada IMF supaya keuangan IMF lebih kuat,” sebut Agus, di DPR, Jakarta, Kamis (28/6/2012).

Agus menjelaskan, sekarang ini sebenarnya sudah terkumpul sebesar 430 miliar dollar AS di IMF. Dana tersebut dibutuhkan IMF bukan hanya untuk menyehatkan ekonomi Eropa tetapi termasuk juga negara-negara berkembang. Indonesia yang pernah meminjam dari IMF pada tahun 2006 pun akan berkontribusi bagi permodalan lembaga itu.

Pemberian pinjaman ke IMF akan menandakan posisi Indonesia sudah lebih baik. Apalagi, terang dia, Indonesia juga harus memerhatikan negara-negara lain yang perlu dibantu. Pinjaman ke IMF ini juga sebagai upaya mengantisipasi krisis agar tidak membahayakan perekonomian dunia. “Ini kesempatan yang baik karena Indonesia juga pernah pinjam IMF di 2006, kita sudah kembalikan,” sambung Agus.

Mengenai besaran secara pasti, kata Agus, Pemerintah masih membicarakannya. Tetapi ia menyebukan maksimal dana yang dipinjamkan sebesar 1 miliar dollar AS. “Belum bisa disebutkan tetapi saya rasa maksimal 1 miliar dolar AS,” tegasnya.

Dikatakan dia, pinjaman ke IMF itu bukan dari APBN. Itu semacam suatu pengelolaan dana yang merupakan bagian dari cadangan devisa negara. Praktiknya itu seperti uang kas dalam suatu perusahaan. Sebagian, misalnya saja, seperempat uang kas dalam bentuk tunai, dan selebihnya ditempatkan di bank. “Kalau kita nanti memberikan bantuan pinjaman kepada IMF itu akan tetap ada di neraca Indonesia di cadangan devisa Indonesia tapi hanya tercatat sebagian ditempatkan di IMF,” pungkasnya.

Editor :
Erlangga Djumena

Benarkah Pimpinan KPK Jilid III Kualitas “Sampah” ?

Benarkah Pimpinan KPK Jilid III Kualitas “Sampah” ?
by @TrioMacan2000

in:nasional-list@yahoogroups.com,Friday, 29 June 2012, 12:44

Saya sedikit mau review tentang proses penetapan angie sbg tersangka KPK bbrp waktu yg lalu yg ternyata langgar UU, kode etik dan SOP

Saya adalah salah pihak yg gencar desak KPK segera tetapkan angie sbg tersangka dalam kasus korupsi wisma atlet. Sesuai dgn kesaksian Rosa, Nazar, wafid, hasil transkrip rekaman penyadapan, dan bukti2 lain, publik desak angie utk ditetapkan sbg TSK. Akhirnya angie ditetapkan sbg tersangka oleh KPK yg disampaikan langsung oleh Abraham samad ketua KPK. Publik senang. KPK harum namanya. Namun ephoria publik itu tdk berlangsung lama. Publik dikagetkan oleh berita tentang Samad diprotes keras para penyidik2 dan internal KPK. Para penyidik KPK menyerbu dan mengepung ruang kerja samad utk sampaikan protes terkait penetapan status TSK angie yg dinilai langgar UU. Samad ketakutan setengah mati. Dia telpon petinggi istana utk minta bantuan perlindungan. Polisi datang “menyelamatkan” Samad. Amarah dan protes para penyidik KPK belum reda sampai Bambang Widjajanto berhasil membujuk para penyidik dan berikan “pengertian”. Keributan diinternal KPK itu sempat bocor ke publik dan media. Geger. Pimpinan KPK sibuk membantah berita itu namun percuma.. Berita cepat menyebar. Kami juga mendapatkan info dari teman2 penyidik KPK yg ternyata sangat kecewa dgn leadership Abraham Samad

Dari penyidik2 KPK itu diperoleh informasi bhw Samad ternyata telah langgar UU, kode etik dan Standard Operation & Procedure KPK. Ternyata Samad salah besar ketika menetapkan status angie sebagai tersangka. KPK belum punya 2 alat bukti yg kuat.. Saat penetapan angie sebagai tersangka dalam kasus wisma atlet itu, KPK ternyata juga belum terbitkan Surat Perintak Penyidikan/Sprindik. Bgmn bisa angie ditetapkan sbg tersangka sementara KPK belum terbitkan Sprindik & belum ada 2 alat bukti? Samad nekad krn ditekan opini. Tindakan Samad itu jelas melanggar KUHAP, kode etik dan UU KPK No. 30 tahun 2002 pasal 5, pasal 15e, pasal 38 dan seterusnya. Selain itu Samad juga dinilai melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangannya sbg mana diatur dlm UU.

Sebelumnya Samad juga dinilai nekad melanggar UU KPK pasal 26 UU KPK ketika dia tdk mengisi/abaika posisi wakil2 ketua KPK sesuai UU. Sbgmn kita ketahui, ketika 5 pimpinan KPK tepilih, Samad memutuskan bhw semua pimp KPK bertugas dibidang pencegahan sekaligus penindakan. Alasan samad adalah agar pimp KPK dpt bertindak bak super tim. Padahal nyata2 langgar pasal 26 UU KPK ! Publik maafkan krn sdg ephoria

Kembali ke angie. Penetapan angie sbg tersangka tanpa adanya 2 alat bukti dan sprindik kemudian ditutupi dgn rekayasa hukum oleh KPK. Angie yg semula ditetapkan sbg tersangka kasus wisma atlet tiba2 diubah menjadi tersangka kasus korupsi Diknas. Ini sangat memalukan. Rekayasa hukum yg langgar hukum ini anehnya tdk dipersoalkan publik karena opini masyarakat yg setuju dgn penetapan angie sbg tersangka. Apalagi rekayasa hukum oleh KPK yg langgar hukum ini kemudian ditutupi lagi oleh keputusan komite etik KPK yg “menyelamatkan” Samad. Upaya hukum dan politik yg dilakukan penyidik2 KPK termasuk mengadukan maslaah ini ke komisi III DPR entah kenapa tiba2 mandek. Akhirnya rakyat pun lupa bhw telah terjadi rekayaasa hukum oleh KPK akibat kebodohan dan penyalahgunaan kewenangan oleh Samad Ketua KPK

Inilah potret KPK jilid III yang kita bangga2kan dan taruh harapan sangat besar sebelumnya. Ternyata kualitasnya pimpinannya = Sampah !. Skrg KPK coba ambil simpati publik dgn isu perlawanan thdp putusan DPR yg menunda beri tambahan anggaran utk bangun gedung KPK. Rakyat mau diperdaya dan ditipu oleh KPK demi menutupi kelemahan pimp KPK dan jebloknya kinerja KPK jilid III pimp Abraham ‘Lebay’ Samad. KPK mau ingkar janjinya sendiri utk tuntaskan kasus : Century, Mafia Pajak Bakri Cs, Rek Gendut Polisi/PNS, korupsi2 BUMN (pertamina dll). Tapi saya tidak mau tertipu. KPK jilid III adalah KPK terjelek dalam sejarah. Mereka harus buktikan janji kpd rakyat. Sekian

27 Juta Keluarga Miskin Bergantung Hidup Pada Usaha Mikro

Ref Sunny <ambon@tele2.se>: Kalau 27 juta keluarga miskin bergantung hidp pada usaha mikro, jika jumlah ini ditambah dengan keluarga miskin yang tidak mempunyai kesempatan dan/atau kemampuan untuk melakukan usaha makro, maka jumlah keluarga miskin di NKRI bertambah dan lebih lebih dari 27 keluarga. Jadi satu kelurga hanya dihitung suami dan isteri, maka bisa didapat gambaran bawa jumlah orang miskin di NKRI paling rendah 60 juta orang.  Apa yang dinyatakan oleh SBY dan komplotannya pada permulaan tahun ini bahwa jumlah orang miskin di NKRI telah berkurang adalah bualan belaka.

27 Juta Keluarga Miskin Bergantung Hidup Pada Usaha Mikro
Kamis, 28 Juni 2012 | 17:41

Kepala BKKBN Pusat, Sugiri Syarief Kepala BKKBN Pusat, Sugiri Syarief

[MATARAM] Hasil pendataan keluarga yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan, jumlah keluarga di Indonesia sebanyak 62,4 juta.   Dari jumlah ini, sebanyak 44,8% atau 27 juta keluarga yang menggantungkan hidupnya pada usaha mikro.   Kepala BKKBN Sugiri Syarief, mengatakan, jika kondisi keluarga miskin  (pra sejahtera dan sejahtera 1)  ini tidak diatasi dengan segera akan mempengaruhi ketahanan bangsa. Sebab dengan beratnya beban rumah tangga, peluang anak dari keluarga miskin untuk jenjang pendidikan menjadi terhambat dan seringkali harus bekerja untuk membantu membiayai kebutuhan keluarga.   Usaha mikro, kata Sugiri, merupakan mayoritas ekonomi yang dilakukan masyarakat miskin ini. Jumlah ini sangat besar, sehingga membahas usaha mikro sama dengan menggagas tentang nasib ekonomi bangsa.   “Melalui kekuatan usaha mikro bisa dijadikan sebagai alternatif dalam mengurangi pengangguran. Karena pengangguran secara otomatis akan memberikan dampak positif untuk bisa mengurangi kemiskinan di Indonesia,” ucap Sugiri pada pembukaan pameran dan gelar dagang dalam rangka peringatan Hari Keluarga ke-19 tahun 2012 di Mataram, NTB, Kamis (28/6), yang sedianya dibuka oleh Ibu Herawaty Boediono.    Peringatan Hari Keluarga tahun ini akan dihadiri Wakil Presiden Boediono, menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, dan kepala daerah seluruh provinsi.   Sugiri menambahkan, usaha mikro merupakan usaha tingkat survival atau usaha untuk mempertahankan hidup, yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. Namun upaya tersebut tidak akan berjalan tanpa dukungan dari pemerintah dan swasta dalam memberikan akses kepada mikro tersebut.   Lebih lanjut Sugiri menambahkan, melalui kelompok usaha mikro, khususnya kelompok Usaha Pengembangan Perekonomian Keluarga Sejahtera  (UPPKS), keluarga miskin ini dipersiapkan untuk mengembangkan dirinya menjadi suatu unit yang mandiri. Saat ini kelompok UPPKS telah terbentuk sekitar 87.000 lebih kelompok usaha mikro binaan BKKBN yang tersebar di seluruh Indonesia.   “Berarti sudah banyak keluarga miskin yang melakukan kegiatan usaha ekonomi produktif dan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun permasalahan bagi usaha mikro selain permodalan adalah pemasaran,” katanya.   Karena itu, menurut Sugiri, melalui pameran dan gelar dagang ini diharapkan dapat menjadi ajang promosi bagi produk UPPKS dan usaha mikro lainnya untuk membangkitkan semangat dalam menampilkan hasil kerajinan dan berbagai produk dari daerah.  Di sisi lain juga memberikan peluang kepada penduduk setempat, khususnya keluarga yang tinggal di Mataram dan sekitarnya untuk membeli hasil produksi dan kerajinan tersebut dengan harga terjangkau.   Peringatan Hari Keluarga ini tepat untuk menyelenggarakan pameran dan gelar dagang ini, di mana selain merupakan ajang promosi juga upaya membangkitkan kembali semangat untuk melakukan pemberdayaan ekonomi keluarga.   Kegiatan ini, menurut Sugiri, berfungsi menggerakan roda ekonomi keluarga dengan pembelajaran usaha ekonomi dan cara menggugah minat serta semangat keluarga untuk berwirausaha. Dengan begitu diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku keluarga untuk mau, tahu dan mampu melakukan usaha ekonomi produktif.   “Dengan peringatan Hari Keluarga ini diharapkan setiap anggota keluarga selalu berbuat yang terbaik bagi anggota keluarganya. Di samping itu juga menimbulkan kepedulian kita terhadap keluarga lain, terutama yang kurang mampu,” katanya.   Sugiri menambahkan, peringatan Hari Keluarga ini merupakan perhatian pemerintah dalam upaya menjadikan keluarga sebagai subyek dan obyek pembangunan bangsa. Hari keluarga yang tepatnya pada tanggal 29 Juni, namun secara khusus untuk Provinsi NTB akan dilaksanakan pada Sabtu (30/6). Hal ini, kata dia, tidak perlu dipertentangkan, karena yang penting acaranya bisa dilaksanakan dengan sukses dan aman. [D-13]

SBY Tolak Dialog Referendum untuk Papua

Ref Sunny <ambon@tele2.se>: Papua adalah sapi perahan yang paling baik, kalau referendum dan rakyat Papua tidak mau karena selama ini ditipu dan dimarginalisasikan, maka upeti yang biasa disetor ke kas kerajaan akan hilang. Bayangkan saja  kalau untuk tahun 2010 dari tambang emas di Grasberg, sesuai Ramdani Sirait , jurubicara PT Freeport pada tanggal 21 Freburari 2012, mengatakan, bahwa untuk tahun 2011, telah diserahkan 2,4 miliar dollar kepada pemerintah Indonesia.  Jadi berapa banyak miliar dollar telah NKRI terima dari Freeport selama ini? Bagaimana kehidupan rakyat Papua? Apakah rakyat Papua harus menerima kehidupan yang memburuk terus menerus?

SBY Tolak Dialog Referendum untuk Papua
Jumat, 29 Juni 2012 | 11:07

[BANDUNG] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan tidak akan membuka ruang untuk dialog dengan pihak manapun yang berniat mendorong terjadinya referendum atau jajak pendapat di Papua.

“Tidak ada ruang untuk dialog terkait keutuhan wilayah. Kalau untuk keadilan, kesejahteraan saya siap berdialog. Tapi tidak referendum,” tegasnya saat memberikan pengarahan kepada sekitar 1.000 siswa Sekolah Komando TNI, Sekolah Komando Angkatan dan Sekolah Perwira Menengah Kepolisian RI di Markas Komando Sekolah Calon Perwira TNI Angkatan Darat, Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/6).

Pernyataan SBY itu menjawab pertanyaan dari seorang perwira siswa terkait sikap pemerintah pada masalah di Papua yang kerap mengaitkan tugas tentara dan polisi sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

SBY mengatakan, seluruh penugasan yang dilakukan oleh TNI dan Polri di wilayah Papua dan Papua Barat sebagai upaya untuk menegakan keamanan dan hukum di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.  “Penugasan TNI dan Polri di Papua untuk jaga keamanan lokal, memproteksi penduduk, memerangi kejahatan, menegakan hukum itu sah.  Menjalankan tugas negara,” kata dia.

Pada kesempatan itu, SBY juga menanggapi pernyataan dan komentar dari berbagai pihak yang menyatakan berbagai konflik yang terjadi di Papua itu akibat adanya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat.

“Kalau ada gerakan memisahkan diri, separatisme bukan freedom of speech.  Berbeda dengan tujuan menjaga kedaulatan,” ujarnya.

Menurut SBY, sejak awal menduduki jabatan Presiden, dirinya sudah aktif menggalang diplomasi dengan negara-negara di kawasan Asia Pasific barat seperti Australia, Selandia Baru, Papua New Guini, hingga Amerika Serikat terkait keutuhan wilayah Indonesia.

“Kami buat memorandum of understanding dan selalu ada pernyataan eksplisit dari negara-negara sahabat mendukung keutuhan dan teritorial Indonesia.”

SBY mengatakan jajak pendapat yang sudah dilakukan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1960-an di Papua sudah jelas menyatakan bahwa wilayah itu termasuk bagian dari Indonesia. Hasil dari jajak pendapat itu sudah final. “Kita harus menghargai apa yang sudah dilakukan PBB,” tambahnya.

Terkait dengan kemungkinan adanya kekerasan atau perbuatan yang melanggar hak asasi manusia oleh prajurit TNI atau anggota polisi, SBY menegaskan, semua pihak yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai aturan.

“Saya sampaikan berulang kali pada prajurit TNI dan Polri jangan melakukan melebihi kepatutan, melanggar hukum dan hak asasi. Kalau ada yang melanggar sebagaimana tentara profesional lain di Timur Tengah, mereka dapat sanksi, kita juga dapat sanksi. Tidak boleh negara ini memberikan tugas kepada tentara dan polisi lantas dianggap tidak sah dan berpotensi melanggar hak asasi manusia,” kata dia.

Bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap Papua, sambung SBY, sudah jelas dilakukan dalam bentuk kebijakan. Sejak tahun 2005, kata dia, pendekatan militer untuk meredam konflik sudah diganti dengan pendekatan kesejahteraan bagi masyarakat.

“Kita sudah berikan otonomi khusus. Tahun 2011 saja ada Rp 26 triliun yang mana Rp 6 triliun itu langung masuk ke bidang pendidikan. Sisanya untuk Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggar Timur. Kita serius mau memajukan saudara kita di Papua,” kata dia. [153]

Kejahilan Legislatif dan Pemberantasan Korupsi

Kejahilan Legislatif dan Pemberantasan Korupsi

Donny Syofyan, DOSEN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS

http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2012/06/29/ArticleHtmls/Kejahilan-Legislatif-dan-Pemberantasan-Korupsi-29062012012012.shtml?Mode=0

Lagi-lagi sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat kembali berulah dan memperlihatkan tabiat aslinya.

Kali ini Komisi III DPR menolak rencana pembangunan gedung baru buat Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satu anggota Komisi III, Bambang Soesatyo, mengatakan penolakan pemberian anggaran guna pembangunan gedung baru KPK dilakukan karena status KPK yang bersifat ad hoc. Lebih lanjut ia berujar, karena statusnya yang ad hoc itu, muncul pemikiran apakah tidak lebih baik memanfaatkan gedung-gedung pemerintah yang banyak kosong dan tidak terpakai.

Pembangunan gedung baru KPK dianggap memerlukan waktu yang cukup lama ketimbang merenovasi dan memanfaatkan gedung yang tidak terpakai.

Terlepas dari dalih efisiensi dan efektivitas anggaran terkait dengan rencana pembangunan gedung baru KPK tersebut, publik dengan mudah membaca bahwa DPR kembali menabuh genderang dan melagukan melodi sumbang dalam memperkuat KPK untuk memberantas korupsi. Secara sederhana, ini adalah potret kejahilan legislatif yang dapat ditelaah pada beberapa hal berikut ini.

Pertama, DPR hadir tak ubahnya sebagai speed bump (polisi tidur) dalam perang besar melawan korupsi.

Kehadiran polisi tidur di jalan raya tentu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya potensi kecelakaan lalu lintas dengan memperlambat laju kendaraan. Dengan tamsil yang lebihkurang sama, alih-alih mencegah terjadinya kecelakaan (baca: kebocoran) uang negara oleh laju para koruptor di negeri ini, tindakan DPR untuk mempersulit kebutuhan KPK—walau cuma sebuah gedung baru—justru potensial memperlambat kecepatan pemberantasan korupsi. Kecepatan upaya-upaya memerangi koruptor sudah barang tentu menghajatkan ketersediaan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai. Pengabaian terhadap kebutuhan sumber daya manusia tersebut, sebagai misal, hanya memperlihatkan lemahnya navigasi Komisi III DPR terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia.

Minimnya ketersediaan sumber daya bisa berdampak pada redupnya prioritas kerja para penyidik KPK.

Ini berisiko memunculkan terjadinya tumpah-tindih pekerjaan, sehingga menghabiskan waktu dan energi para penyidik KPK. Ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki KPK bisa saja membuat kerja-kerja KPK berjalan di tempat dan terjebak pada analisis dan pengamatan yang dangkal dan sporadis. Hal ini secara tegas bakal mengebiri produktivitas KPK sendiri. Tak kalah krusialnya, problem kurangnya kapasitas SDM dan infrastruktur fisik sangat memungkinkan tertutupnya peluang bagi KPK sendiri untuk melakukan pelbagai terobosan dalam mengatasi korupsi. Walau sejarah membuktikan betapa banyak prestasi dan terobosan yang tercipta di atas keterbatasan demi keterbatasan, realitas lain juga membuktikan bahwa munculnya skandal-skandal perampokan uang rakyat berjalan menurut deret ukur, sementara kemampuan aparat-aparat penegak hukum untuk mengentaskannya bergerak sesuai dengan deret hitung.

Kedua, DPR cenderung menampilkan diri sebagai pahlawan kesiangan dalam mengikuti ritme pemberantasan korupsi. Berbagai alasan yang dikemukakan oleh Komisi III DPR untuk tidak menyetujui pembangunan gedung baru KPK sejatinya lahir dari egoisme yang kerdil dan paradoks yang murahan.

Masyarakat tak pernah lupa bagaimana lembaga wakil rakyat ini habis-habisan membela proposal pembangunan gedung baru DPR di tengah kuatnya resistansi publik. Pada waktu itu, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan DPR tak perlu melakukan survei publik untuk mengukur penerimaan publik dan penolakan terhadap rencana ini.

Ia bahkan menuduh pihak-pihak yang menentang rencana pembangunan ini hanya menodai reputasinya sebagai Ketua DPR. Gambaran ironis agaknya memperlihatkan bahwa DPR telah mewujud selaku “superhero” dan “superbody” sebagai pemegang lisensi yang akan memberikan bahan bakar operasional—dana—bagi lembaga sekaliber KPK.

Hal demikian sangat kontraproduktif bagi parpol atau kubu reformis yang ada di dalam DPR. Alih-alih menjadi pendekar legislatif dalam melicinkan jalan bagi setiap lembaga-lembaga anti-korupsi, sikap Komisi III DPR tersebut kian menjustifikasi kecurigaan publik betapa banyak para legislator yang menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai bahan kampanye dan buffer semata demi beroleh kursi basah legislatif. Alasan klise, semisal kedudukan ad hoc KPK, memperlihatkan bahwa DPR sibuk mengurus abu ketimbang mentransfer api perubahan.

Ini sama saja dengan menjadikan persoalan korupsi sebagai main-main atau senda-gurau belaka. Publik lebih berharap DPR berperan sebagai lokomotif yang menghela gerbong-gerbong lainnya dalam perjalanan panjang mengamputasi penyakit korupsi yang kronis ini.

Ketiga, DPR terlihat enggan melakukan salto mortal dalam memerangi korupsi. Bangsa ini sudah berada pada point of no return dalam melawan korupsi. Sekecil apa pun upaya yang dilakukan dalam memberantas korupsi perlu dianggap sebagai bagian dari langkah-langkah komprehensif anasir bangsa memerangi koruptor. Besarnya dukungan publik atas rencana pembangunan gedung KPK—koin untuk KPK dari masyara kat, sumbangan dari Menteri Hukum Amir Syamsuddin, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri—menunjukkan bahwa pembangunan gedung baru KPK tersebut adalah bagian dari proses penyempurnaan dan penguatan bala tentara peperangan terhadap korupsi di negeri ini.

Boleh jadi DPR menganggap bahwa usulan pembangunan gedung KPK ini bukanlah prioritas teknis yang urgen bagi kebutuhan operasional KPK.

Namun, dari perspektif ideologi pemberantasan korupsi, sikap Komisi III DPR tersebut men ja dikan kebutuhan KPK hanya bersifat sporadis dan memperlakukan sepak terjang KPK sebagai perang tanpa nama alias tak berlabel.

Lambat-laun sikap demikian hanya mempercepat bunyi lonceng kematian bagi reputasi DPR berupa turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif menjelang Pemilu 2014. Sikap politik DPR yang selalu berputar pada status KPK sebagai lembaga ad hoc tidak hanya membuka kedok wakil-wakil rakyat di DPR yang selalu ngotot pada circular reasoning sebagai salah satu dari sesat pikir (fallacy). Tak kalah kritisnya adalah bahwa penolakan atau tarik-ulur DPR itu secara tidak langsung membonsai legitimasi fungsi KPK. Dengan kata lain, sungguh disayangkan bahwa DPR hanya menganggap status KPK sebagai anak bawang atau anak tiri dalam kafilah panjang pemberantasan korupsi selama ini. ●

Ratusan Industri Terancam Bangkrut

Ratusan Industri Terancam Bangkrut

http://www.pikiran-rakyat.com/node/194121 Jumat, 29/06/2012 – 19:09

BANDUNG, (PRLM).- Keputusan pemerintah menetapkan kenaikan harga gas industri sebesar 50% secara bertahap dinilai masih sangat memberatkan industri. Ratusan industri pengguna gas diprediksi terancam bangkrut jika kebijakan tersebut diberlakukan.

Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat (Jabar), Deddy Widjaya, di Bandung, Jumat (29/6). Menurut dia, kenaikan harga gas industri sebesar 50% akan mendongkrak biaya produksi sebesar 10%-15%.

“Walaupun bertahap, kenaikan harga gas industri sebesar total 50% sangat memberatkan. Efeknya cukup besar. Bagi industri-industri yang tidak dapat bertahan, tidak tertutup kemungkinan akan gulung tikar,” ujarnya.

Jika hal terburuk itu terjadi, lanjut Deddy, dipastikan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. “Itu berarti ribuan buruh terancam kehilangan pekerjaannya. Dampaknya, tingkat pengangguran bertambah,” tutur Deddy.

Ia mengatakan, potensi tersebut sangat mungkin terjadi karena dengan kenaikan harga gas akan menaikkan beban biaya produksi. Kondisi ini dipastikan akan mendorong industri untuk menaikkan harga jual produknya. Di sisi lain, kenaikan harga jual dipastikan akan menggerus daya beli masyarakat termasuk daya saing industri lokal.

“Kalau harga jual naik, daya saing produk industri lokal pasti kalah oleh produk impor yang semakin banyak membanjiri pasar lokal. Di pasar internasional, produk kita juga akan sulit bersaing dengan produk dari negara lain,” ujar Deddy.

Industri yang akan sangat terpengaruh kenaikan harga gas, menurut dia, diantaranya adalah industri makanan, minuman, keramik, kaca, perhotelan, dan restoran. Saat ini di Jabar ada ratusan industri makanan dan minuman serta puluhan industri keramik.

“Idealnya, kenaikan harga gas industri tidak lebih dari 20%. Kalau lebih, multiflier effectnya akan sangat besar,” tutur Deddy.

Ia menilai, seharusnya komoditas yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, khususnya energi, kebijakan harganya ditetapkan melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Gas juga termasuk komoditas yang merupakan hajat hidup orang banyak,” tuturnya.

Oleh karena itu, menurut Deddy, Apindo berencana melakukan audiensi dengan DPR dan pemerintah untuk menyampaikan keberatan atas besaran kenaikan harga gas industri tersebut. “Kami siap memberikan pandangan dan saran kepada pemerintah mengenai efek kenaikan harga gas industri,” katanya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar, Herman Muchtar, juga mengaku keberatan dengan besaran kenaikan harga gas tersebut. Menurut dia, kenaikan harga gas industri sebesar 50% akan mendongkrak biaya operasional hotel sebesar 7%.

“Kebutuhan gas bagi industri perhotelan mencapai 10%-15% porsi biaya operasional,” katanya. .

Untuk menutupi besaran kenaikan harga gas tersebut, menurut dia, tisak tertutup kemungkinan industri perhotelan akan menaikan tarifnya. Namun, itu hanya akan dilakukan oleh hotel dengan okupansi tinggi.

“Untuk hotel dengan okupansi rendah, pasti akan sulit menaikkan tarif. Hanya beban operasional yang akan bertambah dan memberatkan pengusaha,” katanya.

Secara nasional, industri perhotelan menggunakan hingga 12 juta kubik gas per bulan.

Seperti diberitakan “PRLM” sebelumnya, untuk menyelesaikan kisruh kenaikan harga gas industri, pemerintah memutuskan besaran kenaikan sebesar 50%. Kenaikan harga dilakukan bertahap, 35% mulai 1 September dan akan kembali naik sebesar 15% pada 1 April 2013.

Kisruh gas industri tersebut bemula dari keputusan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang menaikkan harga sebesar 55% terhitung mulai 1 Mei. Kenaikan harga tersebut ditangguhkan karena industri keberatan dengan kenaikan harga yang dinilai terlalu tinggi. (A-150/A-89

Lolosnya Bupati Buol

Koran tempo

EDITORIAL

JUMAT, 29 JUNI 2012

Lolosnya Bupati Buol

Hukum seolah tak bisa menjangkau Amran Batalipu. Sebelum menjadi
Bupati Buol, Sulawesi Tengah, ia pernah divonis bersalah dalam kasus
korupsi, tapi akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Kini, ia pun
kabur dari upaya penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
kasus suap.

Penyuap ditangkap basah oleh penyidik, begitu juga rekannya yang
diduga bos perkebunan sawit besar di Sulawesi Tengah. Kasus penyuapan
terhadap Bupati Buol ini dikabarkan berkaitan dengan pengurusan izin
perkebunan. Namun, ketika penyidik KPK hendak menangkap Amran
Batalipu, banyak sekali orang yang menghalangi. Sekelompok orang
bahkan menggebuki penyidik dan beramai-ramai merusak mobil milik KPK.

Sehari kemudian, Amran Batalipu masih tampil berkampanye di depan
pendukungnya. Ia malah menuduh ada pihak yang tak menginginkannya
memimpin kembali Buol. Retorika politik seperti ini juga disampaikan
oleh kalangan Golkar, partai penyokong Amran. Ada politikus partai ini
yang menganggap langkah KPK tidak etis karena sang bupati sedang
mencalonkan lagi dan tahap pemilihan sudah dimulai.

Pernyataan itu jelas membodohi masyarakat karena mencampuradukkan
urusan penegakan hukum dengan politik. Suap adalah suap. Kejahatan ini
tetap harus diusut kendati sang tertuduh sedang berlaga dalam
pemilihan bupati. Tapi sering kali masyarakat gampang dikecoh oleh
politikus sehingga menjadi kurang peduli terhadap pemberantasan
korupsi.

Sebelumnya, pada April 2007, masyarakat Buol pun tetap memilih, bahkan
memenangkan, Amran ketika saat itu ia telah divonis bersalah oleh
pengadilan negeri dalam kasus korupsi anggaran daerah. Ia dihukum satu
tahun penjara dalam kasus yang terjadi ketika ia masih menjadi Ketua
DPRD Buol. Vonis ini juga dikuatkan oleh pengadilan tinggi. Tapi
beberapa bulan kemudian, saat Amran sudah dilantik menjadi bupati, ia
divonis bebas oleh MA, putusan yang diprotes kalangan penggiat
antikorupsi.

Betapa memprihatinkan bila dalam kasus suap kali ini pun Amran lolos
dan terpilih kembali menjadi bupati. Ini berarti hukum benar-benar
lumpuh. Padahal KPK tentu tidak sembarang memburu orang. Dari
penangkapan para pelaku suap, diperkirakan telah ada bukti dan
kesaksian yang cukup untuk menjerat Pak Bupati.

Praktek suap di seputar perizinan perkebunan sawit ini memang bukan
hal baru. Kejahatan ini meningkat tajam setelah desentralisasi
pemerintahan diterapkan. Obral perizinan terutama terjadi menjelang
proses ekstramahal kampanye pemilihan kepala daerah. Itu sebabnya,
upaya KPK membabat korupsi yang dilakukan para kepala daerah, termasuk
kasus Bupati Buol, perlu didukung.

KPK juga mesti meminta kepolisian mengusut orang-orang yang telah
menganiaya penyidik yang memburu Bupati Buol. Perbuatan mereka
bukanlah kriminal biasa, melainkan menjurus pada tindakan menghalang-
halangi, bahkan melawan, upaya penegakan hukum. Tekanan mungkin juga
datang dari kalangan partai politik, terutama Golkar, yang menyokong
Amran. Namun kami berharap KPK tidak terpengaruh oleh kekuatan politik
mana pun.

http://koran.tempo.co/konten/2012/06/29/278688/Lolosnya-Bupati-Buol