BUPATI PURWAKARTA BUKA PIDATO POLITIK DI MARKAS PBB DENGAN SALAM BERBAHASA SUNDA

[GELORA45] Bupati Purwakarta Buka Pidato di PBB dengan Salam Berbahasa Sunda

ajeg ajegilelu@yahoo.com [GELORA45], Iin:

gelora45@yahoogroups.com,Aug 19 at 8:56 PM
Sekedar tambahan, Dedi Mulyadi adalah bupati yang memprotes
penggunaan nama “Cikapali” (Cikampek – Palimanan) untuk
jalan tol terpanjang di Indonesia (116 km). Setelah diresmikan
menjelang lebaran kemarin pemerintah pusat akhirnya mengganti
nama jalan itu menjadi “Cipali” (Cikopo – Palimanan). 

Alasan Dedi, hulu jalan tol ini ada di Desa Cikopo, Bungursari,
Purwakarta, dan bukan di Cikampek yang masuk wilayah Kabupaten
Karawang.
 
Kita tunggu protes berikutnya untuk nama jalan tol “Jakarta –
Cikampek” (73 km). Sebab, hilir dari jalan tol itu juga berada
di Cikopo, bukan di Cikampek.
 
🙂


Bupati Purwakarta Buka Pidato Politikdi Markas PBB dengan Salam Berbahasa
Sunda
 
Rabu, 19 Agustus 2015 | 13:08 WIB
 
BANDUNG, KOMPAS.com – “Sampurasun”, salam dalam bahasa sunda,
membuka pidato politik Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi dalam Forum
Kepemimpinan Muda Dunia di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB), New York, Amerika Serikat, Selasa (18/8/2015) pukul 11.30 waktu
setempat.

“Sampurasun…” ujar Dedi Mulyadi memulai pidato kebudayaannya seperti
dikutip dari akun Facebook resminya, Rabu (19/8/2015).

Dedi mengatakan, dalam pidatonya, dia membahas penguatan basis
tradisional pedesaan dengan pendidikan berkarakter Sunda. Hal ini menjadi
upaya memperkuat ekonomi berbasis budaya, peternakan, perikanan,
pertanian, dan industri kreatif yang sudah dilaksanakan di Purwakarta yang
diperkuat dengan peraturan bupati tentang pendidikan berkarakter.

Implementasi dari Perbup itu, sambung Dedi, adalah masuk sekolah jam
6 pagi, berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda atau berjalan kaki
tanpa menggunakan kendaraan bermotor, berpuasa seminggu dua kali.

“Saya katakan bahwa teknologi hanyalah bagian penyempurna untuk
penguatan basis tradisi, sehingga memiliki daya saing pasar,” ucapnya.

Menurut dia, yang terjadi dewasa ini terbalik. Teknologi menjadi sarana
konsumsi yang mengakibatkan pemborosan yang membuat pedesaan
kehilangan daya dukung. Segala sumber daya mulai terjual untuk keperluan
konsumsi. Bahan pokok pun harus dibeli, seperti beras, telur, daging, bahkan
jengkol.

“Seharusnya desa dijaga basis budayanya agar menjadi bagian dari
ketahanan bangsa dan menjadi media relaksasi masyarakat kota dan negara
maju sehingga yang terjadi adalah harmoni peradaban yang seimbang,”
ungkap Dedi.

Dedi menjadi pembicara di Forum Kepemimpinan Muda Dunia yang
diselenggarakan International Young Leaders Assembly (IYLA) di PBB.
Tema yang diangkat dalam acara tersebut adalah “Kepemimpinan Moral
dan Inovatif: Visi, Service, Kewirausahaan, dan Kepemimpinan”.

Acara tersebut akan dihadiri 700 peserta dari 90 negara. Terdiri dari mahasiswa
S-1, S-2, dan S-3, pemerintah, NGO, politisi dan pebisnis, serta perwakilan PBB.
Selama di Amerika Serikat, termasuk berbicara di depan PBB, Dedi mengenakan
pakaian sunda “pangsi” putih lengkap dengan ikat putihnya. Selain itu, dia
mengenakan sandal bertali tradisional dilengkapi dengan tas anyaman khas Sunda.
 
Penulis : Kontributor Bandung, Reni Susanti
Editor : Caroline Damanik

Leave a comment