Situasi HAM Indonesia Disorot

 

Avatar Alfons Lasedu
Hilversum, Belanda
Hilversum, Belanda

Situasi HAM Indonesia Disorot

Diterbitkan : 16 Mei 2012 – 3:46pm | Oleh Alfons Lasedu (Foto: dnak)

Mengapa selama empat tahun terakhir kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas di Indonesia meningkat? Mengapa semakin banyak aktivis yang melakukan aksi unjuk rasa damai, dijebloskan ke penjara?

Demikian Elaine Pearson, wakil Direktur organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) Asia di situs web nya. Setiap empat tahun Universal Periodic Review UPR menyorot situasi HAM di setiap negara anggota PBB. UPR juga memberikan usulan bagaimana memperbaiki situasi HAM di negara bersangkutan.

Menyangkut laporan UPR tahun 2008, Jakarta melaporkan bahwa sejumlah langkah konkrit telah diambil. Indonesia mengembangkan pelatihan dan pendidikan HAM, menandatangani dan meratifikasi sejumlah instrumen HAM, mendukung dan melindungi warga sipil, memberantas kekerasan aparat keamanan, merevisi UU hukum pidana, mengembangkan sistim untuk memperbaiki dukungan terhadap HAM.

Menurut HRW dan KontraS, Jakarta hanya melaporkan sebagian kecil situasi HAM di Indonesia. Masalah besar tidak berubah yang menyangkut kebebasan beragama, kebebasan berpendapat dan pertanggungjawaban atas kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan.

Kebebasan beragama
Setara Institute yang memonitor kebebasan beragama melaporkan bahwa kekerasan terhadap kelompok agama minoritas terus meningkat dari 135 kasus di tahun 2007, 216 di tahun 2010 dan 222 di tahun 2011.

Indonesia, dalam hal ini aparat keamanan gagal atau lebih parah lagi tutup mata atas kasus-kasus kekerasan yang dilakukan kelolompok Islam radikal terhadap kelompok agama minoritas di Jawa dan Sumatera. Mulai dari kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah, Bahai, Muslim Syiah sampai warga Kristen.

Yang disebut HRW paling mengerikan adalah pembantaian tiga pengikut Ahmadiyah di Banten, Februari 2011.

Kebebasan berpendapat
HWR dan KontraS mengimbau pembebasan semua tahanan politik dan menghapus pembatasan kebebasan bersuara. Hampir 100 aktivis Papua dan Maluku kini mendekap di penjara karena divonis melakukan demonstrasi gelap, menyampaikan pandangan politik yang sesat atau mengibarkan bendera separatis.

Impunitas aparat keamanan
Menurut Jakarta, pengadilan militer di tahun 2010 dan 2011 mengadili 1.500 kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan. Yang populer dilaporkan adalah video di YouTube di mana seorang tentara Batalion 753 bulan Januari 2011 menusuk seorang petani Papua dengan bayonet di alat kelaminnya.

Tentara bersangkutan divonis delapan sampai sepuluh bulan penjara, tetapi menurut KontraS ia masih bertugas di kesatuannya.

Yang menyedihkan menurut HRW kasus pembunuhan Munir bin Thalib sampai sekarang belum tuntas. “Kasus Munir, sekalipun lewat pengadilan militer, memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia tidak membeberkan kebenaran,” tegas Haris Azhar koordinator KontraS seperti dikutip situs Human Rights Watch HRW.

 

Leave a comment