TENTANG ¨DARI PASCA-MODERNISME KE PASCA-SEKULARISME

Tentang ¨Dari Pasca-Modernisme ke Pasca-Sekularisme¨

On Sunday, 22 December 2013, 1:14, Lusi D. <lusi_d@rantar.de> wrote:
Para sahabat yb.
Berikut ini saya turunkan sebuah terjemahan bung Nugroho dari tulisan Zoltan Zigedy, yang menganalisa buku Eric Walberg¨Dari Pasca-Modernisme ke Pasca-Secularisme¨. Analisisnya cukup menarik untuk menambah pengetahuan teori dan dijadikan bahan pertimbangan serta pembanding dalam mempelajari sementara peristiwa dan pengalaman praktek perjuangan
rakyat melawan kediktaturan burjuasi di negeri-negeri yang lazim disebut sebagai negeri-negeri dunia ketiga, yang kedaulatannya masih tetap dikuasai oleh imperialisme, maupun pengalaman dalam menggalang kekuatan massa antara organisasi yang menggunakan label agama dan yang tidak, termasuk dengan organisasi Marxis-Leninis.Selamat membaca dan salam akhir minggu.
Lusi.-
21.12.2013.

Manifes No.10
Marxistische Analyses.
Tentang ¨Dari Pasca-Modernisme ke Pasca-Sekularisme¨
Zoltan Zigedy*

 

Dalam bulan Januari 2012 saya membicarakan buku Eric Walberg ¨Imperialisme Pasca-Modern” (Clarity Press, 2011). Dengan sangat gembira saya menyimpulkan bahwa Walberg telah memberi analisa yang patut disambut tentang imperialisme sejak lahirnya di abad ke-19 sampai pada hari ini. Ia memberi penjelasan yang masuk akal tentang watak imperialisme sejak saat Uni Soviet dan sosialisme Eropa Timur lenyap dari panggung dunia. Ia pun membeberkan gambaran yang mejakinkan tentang peranan unik Israel dalam usaha imperialisme yang terus-menerus untuk memperoleh dominasi sejagad dalam segala bentuk barunya.

Tambahan lagi, Walberg menanggapi orang-orang progresif tersesat yang cepat sekali memberi cap ¨Islamofasisme¨ kepada perlawanan Islam terhadap perampokan-perampokan yang dilakukan oleh Amerika dan Israel.Banyak orang Amerika dan Eropa yang pro-Kiri mengambil sikap puasdiri dan chauvinis terhadap pejuang-pejuang di dunia Islam yang berani melawan intervensi-intervensi dan campurtangan Barat, suatu sikap yang sejalan dengan kepentingan-kepentingan imperialisme. Karena kurang tahu maka mereka menyatakan bahwa perlawanan ini terjangkit ¨fundamentalisme¨ keagamaan. Walberg dengan jitu telah membantah pandangan-pandangan yang keliru itu.
Dengan bukunya yang baru ¨Dari Pasca-modernisme ke Pasca-sekularisme:Timbulnya Kembali Peradaban Islam¨ (Clarity Press, 2013) Walberg mengusahakan suatu proyek yang lebih tinggi lagi tujuannya. Tanpa terlalu banyak menyimpang dari nuansanya, uraiannya pada pokoknya adalah seperti berikut:
1. Proyek besar sekuler terakhir untuk keadilan sosial – sosialisme –gagal dengan runtuhnya Uni Soviet.
2. Islam dan doktrin-doktrin sosial dan ekonomi yang menyertainya merupakan jalan alternatif yang realis menuju keadilan sosial.
3. Islam adalah satu-satunya alternatif yang bisa mengusahakan keadilan sosial. Karena itulah Islam merupakaan jalan universil menuju keadilan sosial.
Sudah tentu Walberg berusaha sekeras-kerasnya untuk memperkuat argumen-argumennya dengan membeberkan sejarah Islam yang mengagumkan
dengan segala macam mazhabnya. Ia menyelidiki kekurangan-kekurangan agama-agama lain dalam suatu ikhtisar yang fakta-faktanya benar tapi sangat pilih-pilih, sama halnya dengan pembeberannya tentang Islam.
Tanda-tanda tentang pendiriannya sudah bisa didapat dalam bukunya yang lebih dulu, ¨Imperialisme Pasca-modern¨. Dalam resensi saya tentang buku itu saya menulis:
¨Demikian pula adalah berlebihan untuk menggambarkan Islam (dan agama lain mana pun) sebagai memang hakekatnya anti-imperialis¨, sebagaimana dinyatakan seperti berikut oleh Walberg: ¨watak Islam yang pantang tunduk anti-imperialis, penolakannya atas prinsip-prinsip dasar kapitalis tentang uang, tidak sudinya dikesampingkan dalam kehidupan ekonomi dan, jadinya, juga dalam kehidupan politik….¨
Sayangnya hubungan-hubungan antara Islam dengan imperialisme sama rumitnya seperti hubungan-hubungan antara semua agama-agama penting lain dengan imperialisme. Justru karena tidak mengenal tentangan ideologi yang kokoh terhadap imperialisme umumnya maka semua agama-agama penting dalam berlangsungnya waktu pernah berdiri di
sebelah sini atau di sebelah sana barikade.
Gerakan Islam Hamas misalnya dewasa ini dianggap sebagai komponen penting dari front anti-imperialis. Tapi hal itu bukanlah selamanya begitu. Dean Andromidas menulis dalam ¨Global Outlook¨ (musim panas 2002) bahwa dutabesar Amerika ketika itu di Israel tgl 20 Desember 2001 mengiyakan bahwa munculnya Hamas bertepatan waktu dengan ¨mendorong gerakan Islam untuk mengimbangi gerakan nasionalis Palestina, dan bahwa hal itu terjadi dengan sokongan diam-diam dari Israel¨. Kata Kurzer: ¨Israel menganggapnya sebagai lebih menguntungkan kalau penduduk berpaling pada agama tertimbang pada cita-cita nasionalis (seperti PLO)¨. Pemimpin PLO Yasser Arafat menyatakan dalam pers Italia:
¨Hamas adalah ciptaan Israel. Negeri itu memberi kepada Hamas yang dan lebih dari 700 lembaga seperti sekolah-sekolah, universitas-universitas dan masjid-masjid. Bahkan Rabin pun akhirnya mengaku ketika saya dengan dihadiri Mubarak langsung menanyakannya kepadanya (….). Hamas didirikan dengan sokongan Israel dan masih terus menikmati berbagai hak istimewa¨.
Dalam nomor ¨Global Outlook¨ yang sama Hassane Zerouky dalam artikel ¨Hamas adalah Ciptaan Mossad¨ melukiskan bagaimana Hamas mendapat izin untuk memperkuat ehadirannya di daerah pendudukan. Bersamaan waktunya gerakan pembebasan Arafat Fatah dan kaum Kiri Palestina diintimidasi dan ditindas dengan kejam.¨ (¨Global outlook¨, dikutip dari ¨L´Humanite¨).
Orang-orang revolusioner yang jujur akan dapat mengenal bagaimanaperanan Hamas dewasa ini dalam membela orang Palestina terhadap imperialisme. Tetapi sejara jujur harus juga dipertimbangkan peranan buruk yang telah dimainkan oleh gerakan itu ersama Israel dalam menghancurkan nasionalisme sekuler dan gerakan Kiri Palestina. Kaum Komunis Mesir sedar akan kepekaan terhadap manipulasi-manipulasi imperialis, begitulah ternyata dari pernyataan Comite Central tanggal 3 Agustus:
Salahsatu tujuan proyek imperialis untuk Timur Tengah adalah mendirikan negara-negara atas dasar keagamaan. Hal itu mengabdi terutama pada rencana Zionis untuk memproklamasikan Israel sebagai negara Yahudi bagi semua orang Yahudi di dunia.Negara-negara berdasarkan keagamaan itu tak terhindarkan akan terjerat oleh pertikaian-pertikaian sektaris.Akan timbullah perpecahan strategis dan pengepingan di negeri-negeri Arab dan hal itu akan menyebabkan pertikaian-pertikaian antara Suni dan
Syiah, Muslim dan Kristen, Muslim dan Yahudi, menggantikan perjuangan kemerdekaan nasional Arab-Israel, perjuangan klas dalam masyarakat penduduk Arab dan perjuangan melawan pemerintah-pemerintah otoriter yang berdiri di pihak monopoli-monopoli imperialis yang meliputi seluruh dunia.
Kebanyakan orang-orang Sosialis dan Komunis Arab berusaha mengikat persekutuan dengan orang-orang Islam yang anti-imperialis. Kadang-kadang hal itu berhasil, seperti halnya Hezbollah dan kaum Komunis Libanon. Di tempat lain saling-percaya itu dilanggar dengan kejam sebagaimana terjadi dalam penjagalan Tudeh yang Komunis di
Republik Islam Iran. Bagi kaum Marxis agama-agama yang terpenting kadangkala merupakan sekutu dalam perjuangan melawan imperialisme.Selama mereka memilih kerjasama ini dan menolak musuh klas maka Islamdan agama-agama lainnya akan mendapatkan sagabat-sahabat yang tepercaya pada kaum Marxis-Leninis.
Itulah sebabnya mengapa kita menyambut baik bergesernya Gereja Katholik baru-baru ini. Sedangkan paus-paus terdahulu tidak banyak mempedulikan nasib massa-massa Katholik, pimpinan baru lebih banyak perhatiannya pada kaum miskin dan bersikap lebih keras terhadap pengrusakan-pengrusakan oleh kapitalisme.
Bertentangan dengan dalil-dalil Walberg, Islam dan agama-agama penting yang lain justru amat sangat kurang mengandung filsafat yang memadai untuk keadilan sosial di dunia dewasa ini. Sama halnya dengan doktrin-doktrin Gereja Katholik, Koran pun melarang ¨riba¨, yaitu utang-piutang dengan bunga. Karena hal itu terlarang maka Walberg berpendapat bahwa suatu sistem fitrah yang meliputi segala akan memberikan kepada Islam suatu program lengkap keadilan sosial untuk hari ini dan haridepan.
Terlepas dari kenyataan bahwa pemeluk-pemeluk Islam dan pemimpin-pemimpinnya banyak akalnya untuk menghindari atau menyelubungi larangan riba, tapi gejala ¨riba¨ itu sendiri samasekali tidaklah cukup untuk menandakan luas dan dalamnya pemerasan atas kerja dewasa ini.Juga celaan keras Gereja Katholik atas pengejaran laba yang berlebihan
tidak mempunyai pengaruh sedikit pun. Jelaslah, fitrah saja tidak akan bisa memecahkan masalah kemelaratan, pengangguran dan ketidak-stabilan ekonomi suatu negeri seperti Mali.Tambahan lagi, pemecahan lewat fitrah bahayanya mirip sekali dengan tangkisan pengacara-pengacara kapitalisme yang lepas kendali.
Konsep Yahudi tentang ¨Tahun Sorak Gembira¨ (Jubeljaar), suatu aturan moral yang patut dipuji untuk meringankan utang dan mengembalikan tanah kepada pemiliknya yang sah, di zaman dulu merupakan cara yang baik untuk memberantas ketidak-samaan, tapi kapitalisme zaman sekarang tidak akan penyok karenanya. Prinsip-prinsip inti keadilan ekonomis dari kitab-kitab Thora, Injil dan Koran memberi kesan seolah-olah bersikap
tuntas terhadap penghancuran yang dilakukan oleh kapitalisme. Orang yang secara sambil lalu membaca ayat-ayat yang dipandang suci oleh agama-agama itu akan mendapati banyak celaan atas proses akumulasi kapitalis. Pemeluk-pemeluk yang membaca ayat-ayat itu dengan kesungguhan hati hampir-hampir akan bisa menjadi Komunis.
Pendapat pribadi saya, yang barangkali agak aneh, adalah bahwa agama-agama yang penting tidak bisa membantah kalau dituduh munafik, kecuali kalau memeluk Sosialisme, yaitu penjelmaan modern dari aturan-aturan moral pendiri-pendirinya. Sayangnya, kebanyakan pemimpin-pemimpin agama di zaman kita memilih menyesuaikan diri dengan kapitalisme.
Walberg memberi versi alternatif untuk Marx dan Komunisme. Satu bab penuh dipakainya untuk ¨Pasca-sekularisme: Marx dan Muhamad¨. Di dalamnya ia dengan panjang-lebar membeberkan bagaimana Islam memberi jawaban atas persoalan-persoalan yang diajukan oleh Marxisme, tapi juga tanpa ¨kekurangan-kekurangan¨ Marxisme. Uraiannya gagal karena ia salah memahami teori nilai Marxis, yakni ia menulis: ¨kelemahan ´Kapital´ –teori kerja dari nilai – adalah suatu ´reductio ad absurdum´ yang
menyangkal nilai kerja ´tak produktif´ (unsur-unsur yang dipakai oleh kapitalis-kapitalis untuk menjamin pasar-pasar, riset, penemuan baru, manajemen).
Itu adalah kesalahan fatal. Marx menganggap semua kerja yang diperlukan untuk produksi, termasuk riset, penemuan baru, manajemen organisasi yang diperlukan dsb sebagai penambahan nilai. Dia juga membedakan pengurangan nilai pada kerja yang diperlukan selama waktu proses peredaran. Yang tidak diakuinya adalah nilai yang diciptakan atau diperlukan secara kemasyarakatan dipandang dari sudut kepemilikan saja.
Dan pertentangan antara milik dan kerja inilah yang justru merupakan unsur yang terdapat dalam semua doktrin sosial agama-agama tradisional, termasuk Islam.
Kekacauan pikiran Walberg tentang teori nilai Marx menyesatkannya dari pemecahan pertentangan antara nilai yang diciptakan oleh kerja dan pemilikan atas nilai itu oleh si kapitalis; suatu pertentangan yang hanya bisa dipecahkan oleh perjuangan klas.
Karena kesalahan pemahaman inilah maka sintesisnya yang naif tapi bermaksud baik antara Islam dan Marxisme tidak bisa tidak akan gagal:
Proses Ijtihad/Jihad menurut dia dalam arti tertentu merupakan versi lain yang lebih luas daripada praktek Marxisme dengan meletakkan penekanan pada ikatan kemasyarakatan sebagai ganti perjuangan klas, kehidupan kekeluargaan dan kerohanian sebagai ganti produksi kebendaan,evolusi sebagai ganti revolusi
Pandangan demikian memang mulia tapi tidak bisa disatukan dengan Marxisme. Keserakahan kapitalis yang dilihat juga oleh Walberg itu tidak bisa disingkirkan dengan pelarian ke dalam kerohanian, dengan seruan persatuan tanpa syarat, dengan pengingatan akan nasib yang sama atau dengan anjuran supaya sabar karena sabar itu baik.
Saya ingin mengajukan sintesis lain terhadap sintesis di atas:
Perjuangan klas sebagai jalan menuju ikatan kemasyarakatan Kehidupan kekeluargaan dan kerohanian dan produksi kebendaan revolusi yang mendatangkan penciptaan nilai-nilai tsb
Sintesis demikian akan bisa membuka jalan ke arah saling mengerti dan kerjasama Marxis-Islam.

Buku Walberg timingnya baik, yakni menyusul jejak-jejak apa yang dinamakan ¨Musim Semi Arab¨. Suasana gembira meliputi buah karyanya. Hal itu tentunya disebabkan oleh semangat optimis yang ditimbulkan oleh pemberontakan-pemberontakan di Afrika Utara dan Timur Tengah. Sayangnya optimisme itu tidak berlangsung lama.
Pemerintah-pemerintah Muslim di Mesir dan Tunisia menimbulkan perpecahan besar sekali, yang menyebabkan tumbangnya penguasa di negeri satunya dan ketegangan yang semakin besar di negeri satunya lagi.Opososi di Libia dan Suria menarik kekuatan-kekuatan dari luar sehingga pemberontakannya dengan cepat memburuk menjadi perjuangan untuk perubahan menjadi rezim imperialis, dengan akibat destabilisasi daerah,
korban besar jiwa manusia dan kehancuran infra-struktur. Campurtangan Amerika dan NATO pura-pura tak sampai hati melihat penderitaan penduduk dan dengan demikian telah mencengkam kemungkinan untuk menentukan kesudahan pertikaian. Dalam waktu setahun lebih sedikit ofensif pengadaban yang diramalkan Walberg menemukan jalan buntu, sama halnya dengan di tempat-tempat lain, sebagai akibat perpecahan-perpecahan dan campurtangan luarnegeri.
Kaum Marxis bersikap tunggu melihat perkembangan. Paling-paling mereka menyatakan ¨Musim Semi Arab¨ itu baik saja sebelum terbukti yang sebaliknya, walau pun ada campurtangan luarnegeri yang tak kenal malu. Di satu pihak pemberontakan-pemberontakan itu adalah pernyataan-pernyataan yang patut disambut dari kehendak penduduk terhadap rezim-rezim reaksioner yang sudah karatan. Di pihak lain pemberontakan-pemberontakan itu lebih banyak merupakan pembangkangan-pembangkangan tertimbang revolusi-revolusi, sebab tujuan pemberontak-pemberontak tidak pernah dirumuskan secara baik atau bersama-sama.
Dengan berlangsungnya perkembangan terjadilah apa yang sudah dikhawatirkan. Susunan-susunan hak istimewa dan pemerasan tidak diapa-apakan. Orang mengambil sikap berdasarkan pandangan yang berbeda-beda terhadap tradisi-tradisi dan kemodernan, sekularisme dan kerohanian. Perbedaan-perbedaan itu bukanlah dikarang-karang melainkan sungguh-sungguh ada. Tetapi tidak menyinggung hubungan-hubungan
pemerasan yang lebih dalam. Sama halnya dengan kenyataan bahwa orang-orang progresif Barat disibuki oleh soal-soal mengenai gaya hidup dan pilihan-pilihan pribadi mereka, begitu pulalah rontaan-rontaan Musim Semi Arab menjamin bahwa kemiskinan dan pemerasan massa rakyat tetap tak tersentuh.
Kita harus mengharapkan hidup kembalinya suatu gerakan Marxis-Leninis yang kuat di negeri-negeri ini sehingga keadaannya bisa berkembang, dari pembangkangan ke revolusi.

 

Keterangan:

* Zoltan Zigedy adalah salah seorang kolumnis pada Blog:The Electronic Journal of Marxist-Leninist Thought.
Sumber: ZZ´s blog, 11 Agustus 2013, terjemahan ke bahasa Belanda oleh Frans Willems. Terjemahan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia oleh Nugroho.
_

Leave a comment