Mengapa Suharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?

Mengapa Suharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?

nur manshoer <nurman286@gmail.com>,

in:”GRI INDONESIA” <griindonesia@email.com>, grirolis@email.com,Wednesday, October 5, 2011, 12:08 AM

Hari Kesaktian Pancasila dilahirkan oleh Jenderal Suharto dalam rangka melakukan kup merangkak terhadap pemerintahan Presiden Sukarno. Sedangkan Pancasila dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan Bung Karno sebagai penggalinya. Padahal sang penggali sendiri tidak pernah menjadikannya sebagai pusaka yang sakti, sehingga menjadi sesuatu yang lahir secara wajar dan sesuai dengan keadaan obyektif pada waktu itu. Tetapi dalam perkembangannya kemudian selama pemerintahan Bung Karno, Pancasila senantiasa diterima oleh bangsa Indonesia sebagai dasar berbangsa dan bernegara, dan dengan dasar Pancasila jugalah kemudian rongrongan-rongrongan  dan pemberontakan kaum reaksioner DI/TII, PRRI/Permesta dan tindakan mereka yang membentuk Dewan Gajah, Dewan Banteng dlsb, kemudian bisa dihancurkan dengan dukungan Rakyat.

Oleh karena Pancasila itu diterima dan didukung oleh Rakyat, walaupun diantara para pendukung Pancasila itu sendiri belum tentu bisa memahaminya secara jelas, namun kepercayaan atau kecintaan Rakyat terhadap Pancasila dan penggalinya (Bung Karno) telah sangat melekat. Hal inilah yang kemudian dimanipulasi oleh Jenderal Suharto dan jenderal-jenderal Angkatan Darat lainnya untuk mengkhianati dan menghancurkan Pancasila dan penggalinya sekaligus.

Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, yaitu hari yang sesungguhnya ketika apa yang menamakan dirinya Gerakan Tigapuluh September atau G30S itu bergerak, setelah salah seorang pelakunya yang juga merupakan orang terdekat Jenderal Suharto yaitu Kolonel Latief melaporkan rencananya kepada Suharto yang sedang menunggu anaknya bernama Tommy Suharto di Rumah Sakit Gatot Subroto.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari itu jugalah Jenderal Suharto memimpin apel di KOSTRAD terhadap militer dari beberapa batalyon (530, 524 dan 328) yang tersebar di Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Ketika mereka didatangkan ke Jakarta dengan pasukan siap tempur atas perintah radiogram Pangkostrad Mayjen Suharto dengan alasan dalam rangka memperingati hari ABRI 5 Oktober 1965.

Saya jadi teringat pada hari-hari sebelum terjadinya G30S, ketika pasukan dari Batalyon 530 yang dipimpin oleh Bambang Supeno, Rakyat di Jakarta Barat sangat senang menerima kehadiran mereka yang menumpang di rumah-rumah Rakyat. Mereka ikut kerja bakti sosial memperbaiki jalan dan kampung-kampung bersama-sama Rakyat.

Tetapi kemudian Rakyat menjadi ketakutan dan tidak menyukai mereka, karena pada tanggal 30 September 1965 tengah malam (lewat jam 24.00), mereka menghilang tanpa diketahui oleh Rakyat. Sehingga ada Rakyat yang menggerundel : “datang sebagai tamu dengan sopan dan baik-baik, tapi pergi seperti pencuri, tanpa pamit”.  Ternyata, kepergian mereka semua adalah mengikuti apel di KOSTRAD dibawah pimpinan Suharto.

Pada tanggal 1 Oktober itulah sebagai awal Suharto mulai melakukan tindakan-tindakan sendiri tanpa melakukan koordinasi baik terhadap PANGAD, A. Yani maupun dengan Bung Karno seaku Panglima Tertinggi ABRI mengenai adanya laporan dari Kol. Latief. Demikian juga pembangkangan-pembangkangan selanjutnya terhadap Presiden/Pangti ABRI Sukarno tentang pengangkatan Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai Panglima Angkatan Darat.

Selanjutnya Suharto melakukan ofensif melalui kampanye “akan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen”. Sesumbar itu tidak lain adalah dalam rangka mendiskreditkan Bung Karno, agar terkesan Pemerintahan Presiden Soekarno tidak melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Dengan menggunakan atas nama Pancasila itu ternyata Suharto mendapatkan simpati dan dukungan dari golongan anti komunis dan anti Soekarno, serta Rakyat yang belum memahami Pancasila dalam arti sebenarnya.

Berangkat dari situlah dan dengan memanipulasi Pancasila itulah kemudian Suharto berhasil melakukan siasat dan tipu muslihatnya, sehingga dapat melakukan pembantaian besar-besaran serta melakukan penangkapan, penyiksaan dan pembuangan terhadap puluhan ribu Rakyat yang tidak berdosa.

Dengan memanipulasi Pancasila itulah kemudian Suharto berhasil melakukan kup merangkak menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan kemudian mendirikan Orde Baru yang jadi proyek dan dukungan sepenuhnya dari imperialis yang berkomplot di dalam IGGI. Maka setelah dia berhasil menjadi penguasa tertinggi di Republik Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negeri dan masyarakat jajahan model baru (Nekolim), Suharto menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal terhadap partai politik dan organisasi-organisasi.

Dengan demikian, Suharto berhasil menjadikan Pancasila sebagai alat untuk memenuhi seluruh ambisi dan kerakusannya, dijadikanlah 1 Oktober sebagai Hari “Kesaktian” Pancasila.

(nurman)

_

3 thoughts on “Mengapa Suharto Menjadikan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila?

  1. yusuf October 26, 2012 / 11:31 am

    Jadi jelasnya Brigade 530, 524 dan 328 inilah yang menjadi pembunuh rakyat, agar ditelusuri dimana mereka dan diminta pertanggung jawabannya dimuka sidang pengadilan, inilah tugas pertama dan utama dari KOMNAS HAM sebenarnya

  2. Mitra Pembangunan August 19, 2015 / 9:18 am

    saya ketika kecil, yg namanya foto bung Karno itu susah, apalagi foto berdiri. semua yg berbau Sukarno itu haruys dimusnahkan. ada apa? kok bisa begitu? jelas ini ciri dan cara untuk menghancurkan sukarno dan memunculkan cerita lain ttg Sukarno

Leave a comment