EKS TEPOL FILEP KARMA BEBERKAN PEMBEBASAN PAKSA DIRINYA
Senin, 30 November 2015 | 10:00 WIB
TEMPO.CO, Jayapura – Aktivis Papua Merdeka, Filep Jacob Semuel Karma, 56 tahun, menganggap pembebasan terhadap dirinya dari Lembaga Pemasyarakatan II-A (LP) Abepura, Papua, sangat tidak manusiawi. Proses pengeluaran terhadap Filep yang dilakukan secara paksa ini, diakuinya terjadi pada Rabu, 18 November 2015, pukul 13.00–14.30, waktu setempat.
“Proses pengeluaran saya ini sangat tidak manusiawi. Sebab binatang yang dipelihara sekalipun, sebelum dilepas ke alam bebas, perlu waktu beradaptasi. Sebelas tahun saya ditahan di lapas, namun saya tidak diberikan waktu untuk beradaptasi. Apakah saya, seorang manusia Papua tidak lebih berharga daripada binatang?” kata Filep dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Senin, 30 November 2015.
(Baca: Dibebaskan, Tapol Papua Filep Karma Syok)
Eks tahanan politik (tapol) Papua ini mengadakan konferensi pers hari ini dengan sejumlah wartawan mengenai pembebasan dirinya dari LP yang dilakukan secara mendadak. Filep yang dibui selama sebelas tahun karena tuduhan makar, menolak pemberian remisi hukuman. Ia ingin menjalani seluruh masa hukumannya selama 15 tahun secara utuh.
Filep mengaku ia ditekan secara psikologis dan tidak diberikan kesempatan untuk berbicara dengan pengacaranya. Ia hanya diberi waktu satu jam untuk berpikir di hadapan Johan Jarangga selaku Kepala Divisi LP Kanwil Kemenkumham Papua, Bagus Kurniawan selaku Kepala LP, dan beberapa staf LP lain.
Awalnya, Filep dipanggil Hanafi yang merupakan Kasi Binadik LP Abepura melalui Irianto Pakombong, seorang staf LP Abepura. Kemudian, dalam ruang kerjanya, Hanafi membacakan kutipan surat yang menurutnya dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham tentang Daftar Nama Penerima Remisi Dasawarsa, termasuk Filep Karma yang dinyatakan mendapat tiga bulan remisi. Dalam prosesi ini disaksikan Irianto Pakombong.
Kemudian, lanjut Filep, Johan Jarangga, Bagus Kurniawan, dan beberapa staf LP dan Kanwil Kemenkumham Papua masuk ke ruang kerja Hanafi. “Mereka menekan saya untuk keluar dari lapas hari itu juga, satu jam setelah kutipan surat yang disebut dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham dibacakan,” kata Filep.
Namun, Filep mengaku
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/30/078723336/eks-tapol-filep-karma-beberkan-pembebasan-paksa-dirinya
Namun, Filep mengaku sampai dikeluarkannya ia dari LP, ia tidak diberikan tembusan atau fotokopi surat yang disebut dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Negara Kolonial Rasialis Indonesia tentang Daftar Nama Penerima Remisi Dasawarsa yang memuat namanya tersebut. “Melihat atau membacanya pun tidak. Hingga saat ini, saya meragukan surat keputusan yang menjadi dasar mengeluarkan saya dari Lapas Abepura,” tuturnya.
Pada 2005 pun, Mahkamah Agung pernah mengajukan kasasi ihwal penahanan Filep. Namun, Filep sendiri tidak pernah merasa surat hasil keputusan tersebut dari MA. “Saya hanya menerima selembar kopi dari faksimile yang tidak jelas dan sangat meragukan yang digunakan untuk menahan saya,” katanya.
Meskipun Filep protes terhadap pembebasannya tersebut, ia hanya diberikan waktu satu hari sebelum dikeluarkan secara paksa dari LP Abepura pada 19 November 2015.
Filep-begitu dia sering disapa-ditahan sejak 2004 setelah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jayapura karena kasus makar. Filep divonis bersama rekannya, Yusak Pakage, yang dihukum sepuluh tahun bui. Keduanya ditangkap polisi pada 1 Desember 2004, setelah memimpin pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, Kota Jayapura, Papua. Pada Rabu, 18 November 2015, Filep akhirnya dibebaskan. Namun, Filep sendiri mencurigai tindakan yang dilakukan terhadapnya tersebut.
Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham I Wayan Dusak yang dihubungi Tempo pagi ini menjelaskan, keputusan pembebasan eks tapol Papua dilakukan Kepala Kanwil Kemenkumham Papua. “Bukan dari Dirjen. Dirjen hanya mengikuti undang-undang,” kata Dusak.
Penjelasan lebih rinci, Dusak meminta Tempo menghubungi Kanwil Kemenkumham Papua.
LARISSA HUDA | MARIA RITA
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/30/078723336/eks-tapol-filep-karma-beberkan-pembebasan-paksa-dirinya/2
BEBASNYA FILEP KARMA BIKIN NUANSA POLITIK DI PAPUA BERDENYUT
Selasa, 1 Desember 2015 – 00:50 wib
Saldi Hermanto
Jurnalis
TIMIKA – Bebasnya tahanan politik (tapol) Papua, Filep Karma, ditengarai bakal menambah nuansa politik di Papua kembali berdenyut. Meski indikasi pengibaran bendera Bintang Kejora khususnya di wilayah Timika, Papua, di HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1 Desember belum bisa diprediksi aparat keamanan.
“Karena dengan bebasnya Filep Karma itu bisa mengubah nuansa politik di Papua. Soal pengibaran tidak ada informasi yang kami dapat,” kata Kapolres Mimika, AKBP Yustanto Mujiharso, usai apel siaga pengamanan 1 Desember di Kantor Pusat Pelayanan Masyarakat Polres Mimika, Senin (30/11/2015).
Di Timika sendiri, ada empat titik lokasi yang akan diantisipasi oleh aparat keamanan, yakni Jalan Sosial yang merupakan sekretariat dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB), areal Pasar Gorong-Gorong, areal makam tokoh OPM Kelly Kwalik di samping lapangan Timika Indah, dan lapangan Jayanti Sempan.
Selanjutnya, berdasarkan informasi intelijen baik dari TNI maupun Polri, bahwa kegiatan peringatan 1 Desember akan dilakukan kelompok KNPB dengan menggelar ibadah syukur di sekretariat kelompok tersebut. Sedangkan kegiatan lainnya di luar kegiatan keagamaan, tidak diizinkan aparat keamanan setempat.
“Informasi kegiatan mereka ibadah syukur dan itu hubungan manusia dengan Tuhan, jadi silakan saja. Kita antisipasi saja kemungkinan atas indikasi-indikasi yang akan terjadi nanti,” terang Kapolres.
Peringatan 1 Desember diklaim kelompok-kelompok berseberangan ideologi dengan NKRI di Papua sebagai hari jadi OPM. Biasanya pada 1 Desember maupun 1 Mei atau peringatan-peringatan hari besar masyarakat Papua, kelompok-kelompok tersebut pada lokasi dan wilayah tertentu mengibarkan bendera Bintang Kejora.
(Ari)
http://news.okezone.com/read/2015/12/01/340/1258603/bebasnya-filep-karma-bikin-nuansa-politik-di-papua-berdenyut
—
Senin, 30 November 2015 06:37
Jelang 1 Desember, Rakyat Papua Resah Ada Mobilisasi Aparat
Jawapos.COM PAPUA- 1 Desember selama ini disebut-sebut sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat dan 14 Desember sebagai HUT Melanesia. Biasanya pada tanggal-tanggal krusial tersebut, beberapa kelompok mengibarkan bendera bintang kejora.
Hal ini mendapat perhatian serius aparat keamanan di Papua. Akhir pekan lalu, Polda Papua sudah menggelar rapat dengan TNI, DPRP, MRP dan tokoh masyarakat menyikapi ancaman keamanan.
Terkait hal tersebut, Plt Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey meminta aparat keamanan untuk melakukan upaya-upaya persuasif mengantisipasi 1 Desember dan 14 Desember.
”Jadi kalau ada orang atau kelompok masyarakat yang mau memperingati dengan bentuk doa atau sejenisnya, itu harus direspon dengan cara-cara konstruktif,” kata Ramandey pada Cendrawasih Pos (Jawa Pos Group).
Frits juga meminta kepada kelompok atau organisasi yang akan memperingati 1 Desember agar mempertimbangkan aspek keamanan, sehingga tidak mengundang reaksi berlebihan dari aparat.
”Sehingga tidak ada korban lagi. Itu harus menjadi perhatian,” pintanya.
http://www.jawapos.com/read/2015/11/30/12054/jelang-1-desember-rakyat-papua-resah-ada-mobilisasi-aparat
Frits berharap aparat keamanan maupun kelompok-kelompok yang akan memperingati 1 Desember agar bisa menahan diri.
“Kalau ada masyarakat yang berkumpul, lalu mau melakukan doa atau sejenisnya, itu harus dilihat sebagai sikap politik. Jangan direspon dengan cara kekerasan. Itu akan menghasilkan efek terhadap aparat dan negara,” jelas Frits.
Terkait dengan 1 Desember, Frits mengatakan Komnas HAM Papua telah mendapat pengaduan dari masyarakat utamanya di wilayah Mambreamo dan Nabire mengenai penambahan personel keamanan yang membuat masyarakat resah.
“Antisipasi dari pihak keamanan itu penting, tetapi bukan mobilisasi. Secara sikologis masyarakat akan panik, karena masyarakat punya trauma terhadap penanganan satu Desember beberapa tahun lalu, yang mengakibatkan korban,” tandasnya.
Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen Pol. Drs. Paulus Waterpauw, M.Hum, menyebutkan bahwa pihaknya telah menyiapkan 237 personel untuk mengawal ancaman keamanan di tanggal 1 Desember. Personel ini nantinya akan dibackup oleh personel Kodam XVII/Cenderawasih, Lantamal V Jayapura dan Lanud Jayapura.
“Dalam waktu dekat akan disusun kegiatan sinergi antara Kepolisian dengan TNI untuk melakukan upaya-upaya cipta kondisi,” jelas Waterpauw.
Untuk wilayah Kota Jayapura, menurut Waterpauw ada beberapa lokasi yang akan menjadi perhatian yaitu Lapangan Trikora Abepura dan Taman Imbi.
http://www.jawapos.com/read/2015/11/30/12054/jelang-1-desember-rakyat-papua-resah-ada-mobilisasi-aparat/2
“Untuk Kabupaten Jayapura di makam Theys juga sedang dikoordinasikan untuk dilakukan pengamanan. Di daerah-daerah seperti Timika, Yahukimo, Jayawijaya dan Keerom juga juga telah dilakukan pengamanan,” tegasnya.
Kapolda Waterpauw meminta masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal atau tindakan yang melanggar hukum atau keluar dari koridor hukum yang berlaku di negara ini.
“Kami pasti akan tindak tegas apabila ada yang melakukan pelanggaran,” pungkasnya.(Cepos/afz/JPG)
http://www.jawapos.com/read/2015/11/30/12054/jelang-1-desember-rakyat-papua-resah-ada-mobilisasi-aparat/3
Soal Filep Karma, Ini Respons Kanwil Kemenkumham
Senin, 30 November 2015 | 13:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv PAS) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua, Johan Yarangga, menampik anggapan eks tahanan politik (tapol) Filep Jacob Semuel Karma, 56 tahun, yang mengatakan bahwa pembebasan dirinya dilakukan secara paksa. Menurutnya, semua prosedur yang diberikan kepada Filep sudah sesuai peraturan. Bahkan, Johan beranggapan bahwa apa yang dilakukan Filep saat ini tak lebih dari sekadar sensasi kepada publik.
“Jangan kita keluar dari itu (pokok permasalahan) karena orang politik itu kan biasa. Cari-cari kesalahan pemerintah. Padahal upaya pemerintah untuk memperhatikan warga negaranya sudah dilakukan dengan baik. Ini adalah cara Filep untuk mencari perhatian saja,” kata Johan Yarangga kepada Tempo, Senin, 30 November 2015.
(Baca:Eks Tapol Filep Karma Beberkan Pembebasan Paksa Dirinya)
Johan mengatakan, tidak ada unsur pemaksaan yang dilakukan terhadap Filep. Adapun keputusan yang dikeluarkan pihak lapas sudah sesuai dengan putusan hakim yang sah, baik itu penahanan maupun pembebasannya. Filep juga tidak diizinkan untuk tetap berada di dalam lapas karena pihak lapas sudah tidak ada dasar lagi untuk menahan Filep.
“Saya pikir kami tidak melakukan secara paksa untuk warga binaan yang di dalam lapas. Kalau orang itu ditahan kemudian dibebaskan, tentunya ada putusan dari hakim. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, ada kriteria dan aturan yang mengikat dan harus dilaksanakan terhadap warga binaan,” kata Johan.
Menurut Johan, lapas telah memberitahukan ihwal pembebasan Filep satu hari sebelumnya. Dari pihak lapas, Johan mengatakan tidak ada bentuk dorongan atau ancaman terhadap Filep. Justru sebaliknya, Johan mengaku bahwa pihaknya melakukan suatu pendekatan yang manusiawi.
“Saya beritahukan pada dia, ‘bahwa kau (Filep) akan bebas dari lapas’, itu bukan paksaan. Bentuk paksaan itu seperti apa? Harus diberitahukan (pembebasannya), tidak bisa kami diam-diam,” kata Johan.
Johan sendiri tidak mempermasalahkan apa yang dikatakan Filep kepada media. Menurutnya, dari pihak lapas sudah melaksanakan aturan pemerintah dengan sebaik-baiknya. “Apabila seandainya aturan tidak dilaksanakan, berarti pemerintah yang tidak memperhatikan hak-hak bagi warga binaan di lapas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Johan.
(Baca:Dibebaskan, Tapol Papua Filep Karma Syok)
Dalam proses pembebasan terhadap eks tapol Filep, Johan mengaku bahwa pembebasan yang dilakukannya terhadap Filep sudah mempertimbangkan unsur kemanusiaan bagi warga binaan di lapas. Jadi pemberian remisi kepada warga binaan menjadi mutlak dan harus diberikan apabila tahanan sudah menjalani proses pidana dan bagi mereka yang berkelakukan baik.
“Tidak bisa kita tunda-tunda. Kalau kami tunda berarti kami melakukan kesalahan baik dalam pemberian pelayanan maupun pemberian hak-hak bagi warga binaan masyarakat,” kata Johan.
Dalam keterangan resmi Filep Jacob Semuel Karma, disebutkan bahwa pembebasan yang dilakukan terhadapnya dari Lapas II A Abepura sangat tidak manusiawi. Proses pengeluaran terhadap Filep secara paksa ini diakuinya terjadi pada hari Rabu, 18 November 2015, pukul 13.00-14.30 waktu setempat.
Filep divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jayapura karena kasus makar. Filep divonis bersama rekannya, Yusak Pakage, yang dihukum 10 tahun bui. Keduanya ditangkap polisi pada 1 Desember 2004, setelah memimpin pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, Kota Jayapura, Papua.
Pada Rabu, 18 November 2015 lalu, Filep akhirnya dibebaskan. Namun Filep sendiri mencurigai tindakan yang dilakukan terhadapnya tersebut. Ia menolak remisi yang diberikan pemerintah dan memutuskan menjalani hukumannya hingga berakhir pada 2019.
LARISSA HUDA
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/30/078723390/soal-filep-karma-ini-respons-kanwil-kemenkumham