TELEVISI JE AYUN ITAH

SAHEWAN PANARUNG

Untuk Kebangkitan Kebudayaan Dayak & Yang Majemuk Di Kalimantan Tengah

Catatan Panarung Andriani S. Kusni

MEWUJUDKAN MULOK, BUKAN DENGAN JALAN PINTAS

Apa tujuan mata pelajaran muatan lokal (mulok)? Secara sederhana:Untuk memperkenalkan bahasa/budaya dan sejarah lokal kepada peserta didik agar mereka tidak lepas akar dan menjadi angkatan tanpa sejarah serta agar tetap punya identitas diri. Untuk Kalteng, bagaimana membuat Kalteng Beridentitas Kalteng. Untuk mencapai tujuan ini yang terpenting adalah belajar bahasa-budaya dan sejarah lokal. Belajar bahasa berarti sekaligus belajar masalah budaya, karena bahasa tempat menyimpan budaya serta wacana-wacnanya, termasuk wacana adat. Sedangkan sejarah melukiskan perjalanan perjuangan suatu daerah atau dari masa ke masa. Kesenian, kuliner, anyal-menganyam, dan lain-lain, bisa dilakukan sebagai kegiatan ekstra –kurikuler bekerja sama dengan Taman Budaya, Komunitas dan atau sanggar-sanggar. Jika semuanya ini ingin dimasukkan ke jam mulok akan menambah jam pelajaran yang sudah cukup padat. Cara menyampaikan pelajaran niscaya menyenangkan, tidak membosankan. Tekhnisnya perlu didiskusikan rinci seperti penggunaan filem, slide, berkunjung ke tempat-tempat bersejarah, situs-situs budaya, museum, mengundang pelaku-pelaku kebudayaa dan sejarah, dan lain-lain.

Apa masalah yang dihadapi oleh sekolah-sekolah SD-SMA Kalteng dalam soal mulok sekarang? Pertemuan dengan para guru di Balai Bahasa pada Oktober 2010 lalu mengatakan bahwa persoalan utama dan mendesak adalah tenaga pengajar dan bahan ajar. Karena demikian masalahnya maka apabila menyerahkan pemecahan soal tenaga pengajar dan bahan ajar itu kepada sekolah-sekolah sama dengan mengambil jla pintas, jalan gampang yang tidak memecahkan masalah. Sama dengan membengkalaikan mulok.Dinas Pendidikan Provinsi niscaya menyediakan bahan ajar tentang bahasa-budaya dan sejarah. Menyusun kurikulum adalah sekunder dibandingkan dengan penyediaan bahan ajar dan pengadaan tenaga guru. UUD 1945 sudah memerintahkan pengdaan mulok. Apa kesulitan Dinas untuk melakukannya?Dana dari APBN dan APBD cukup besar,lebih dari dari 20% dari APBN.Bahan-bahan tinggal mengorganisasisasi yang sudah ada untuk langkah pertama menanggulangi masalah. Tenaga pengajar, bisa diatasi dengan melakukan penataran singkat. Lupakan dahulu gelar akademi untuk menjawab persoalan mendesak ini. Dinas Pendidikan menjanjikan bahwa mulok akan diberikan dari Sehingga SMA pada awal tahun –ini. Sekarang sudah Februari 2011. Mana bahan ajar dan tenaga pengajar yang diperlukan oleh sekolah-sekolah? Menyerahkan penyelesaian soal pada sekolah-sekolah sama dengan tidak memecahkan masalah, cara untuk lepas tangan. Padahal mulok sangat penting untuk mencapai tujuan di atas. Tulisan ini menagih janji dan tanggungjawab Dinas Pendidikan Kalteng tentang pelaksanaan mulok, tidak hanya tinggal di lamis bibir (lip service) atau menjadi politik pencitraan.***

 

Catatan Kebudayaan Kusni Sulang

TELEVISI JE AYUN ITAH

Ketika Kalteng berusia 38 tahun, tanggal 17 Februari 1995 TVRI Kalteng didirikan. Seperti pada umumya segala usaha yang baru dimulai, tidaklah disertai dengan segala kelengkapan. Kelengkapan demi kelengkapan dilakukan sambil bekerja dan dalam proses bekerja. Mulai dari kelengkapan tekhnis sampai pada sumber daya manusia pendukung usaha tersebut.Ciri ini lebih-lebih lagi menandai segala yang ada di Kalteng. Gedung-gedug pemerintah seperti gedung DPRD Provinsi dibangun sedikit demi sedikit. Universits Plangka Raya (Unpar) dibangun bermodalkan tenaga seadanya,bukan dengan ketersediaa barisan profesor doktor. Demikian juga RRI dan kemudian TVRI Kalteng. Bhkan provinsi Kalteng ini sendiri bisa dikatakan didirikan bermodalkan tekad semata.Parapembagunnya berkantor di bawah tenda-tenda di tengah hutan dan kesunyian . Tenda-tenda itu selain merupakan kantor juga menjadi tempat tidur dan dapur dlm arti harafiah. Kendaraan roda empat yang ada hanya berupa sebuah Jip Willys 1945 Amerika, peninggalan Perang Dunia II yang digunakan oleh Gubernur Tjilik Riwut untuk mengunjungi daerah-daerah yang sedang dibangun. Bajunya pun  selalu kuyup keringat sehingga sering ia yang memang anak alam berbuka dada menantang matahari.Pegawai-pegawai pembangun provinsi lainnya, ke mana-mana berjalan kaki di jalan-jalan pasir putih belum beraspal.Mereka menghitung dan menghemat rupiah demi rupiah untuk membangun gedung demi gedung di Palangka Raya. Korupsi merupakan hewan buas yang tak dikenal sama sekali. Yang berkuasa adalah tekad Manggatang Utus Dayak, kejujuran, semangat Isen Mulang.dan kerja keras mewujudkan mimpi: Kalteng Berharkat dan Bermartabat. Kesederhanaan, kejujuran, semangat-tekad Isen Mulang, setia pada komitmen merakyat, penuh prakarsa,seorang pelopor dan kerja keras merupakan ciri Kalteng pada waktu itu.Ciri -ciri ini membuat kepasifan, rutinisme, manipulasi dan korupsi terhalau dan tak mendapat tempat seincipun di lubuk hati. TVRI Kalteng dibangun dan bekerja dengan sisa-sisa ciri-ciri Kalteng yang demikian. Saya katakan ‘’sisa-sisa’’ karena sejak Orba Soehrto berkuasa, dan Tjilik Riwut didepak ke atas pada tahun 1967, wajah pola pikir dan mentalitas seperti halnya wajah lingkungan dan alam Kalteng sangat berobah. Perkembangan politik nasional dan politik pemegang kuasa utama daerah ini tercermin dan mencerminkan diri pada TVRI dan siarannya. TVRI Kalteng yang sekarang menyebut diri Televisi Je Ayun Itah (Televisi Yang  Punya Kita) adalah hasil dari suatu perjalanan pergulatan panjang berliku mandi darah untuk menjadi Uluh Kalteng Beridentitas Kalteng. Pertarungan menjadi diri sendiri melawan pencplokan budaya. Televisi Je Ayun Itah adalah penegasan politik siaran yang dipilih oleh pimpinan TVRI Klteng yang sekarang Drs.Burdju Daeng HS, MM.Penandasan dengan garis bawah bahwa TVRI Kalteng adalah TVRI Uluh Kalteng, TVRI Ayun Utah, bukan TVRI Jateng, Jatim, Minangkabau, Papua , Tapianauli atau yang lainnya. Penegasan dan penandasan dengn garis bawah oleh Biirju Daeng berarti mengangkat dan mengibarkan kembali Pnji Besar Sarikat Dajak tahun 1919 dan Pakat Dajak tahun 1926. , hal yang juga dilkukan oleh A.Teras  Narang sejak terpilih menjadi Gubernur Kalteng di tahun 2005. Dengan Televisi Je Ayun Itah sebagai politik siaran, maka di bawah pimpinan Burdju Daeng yang Indonesia berdarah Batak menjadikan TVRI Kalteng didominasi oleh siaran-siaran tentang Kalteng dengan warna lokal (Dayak) yang sangat jelas. Empat jam siaran lokal diisinya dengan program Katambung (berita Kalteng), Kéba (Kesah Budaya) , Gelar Tari Dayak, Pop Daerah, Jalan-Jalan Ke Desa (Kalteng). Menyaksikan siaran TVRI Kalteng orang tidak akan keliru apalagi sampai menduga bahwa siarannya adalah siaran dari daerah lain. Program baru sangat penting yang dirintis oleh Televisi Je Ayun Itah adalah pembuatan filem dokumenter tentang tokoh-tokoh Kalteng. Kecuali itu, untuk jangka jauh yang strategis, Burdju Daeng sangat memperhatikan pengkaderan dan meningatkan mutu SDM. Televisi Je Ayun Itah ini akan lebih melesat berkembang maju jika Dinas-Dinas dan instansi lain bersinergi dengannya. Ulangtahun ke-16 ini, saya kira, tidak lain dari janji pimpinan Televisi Je Ayun Itah dan seluruh pekerjanya untuk memberikan daerah, negeri dan dunia produk-produk bermutu dalam varian dan jumlah yang kian meningkat.Selamat Ulang Tahun, Kawan-kawan, Selamat memetik matahari .***

Eka SANSANA

Menyemai Benih Merajut Esok

Ruang Berkarya Untuk Siswa SD –SMU

Surat DariPengasuh

 

Adik-adik yang baik,

Terimkasih atas kesabaran Adik-adik menunggu giliran penerbitan karya-karya yang dikirimkan ke Eka Sansana. Kali ini Kakak terbitkan tiga puisi yang dikirimkan oleh Adik-adik dari SMAN-1 Palangka Raya. Terhadap tiga sajak tersebut Paman Talusung Tanjung berkenan memberikan apresiasinya. Apresiasi begini dimaksudkan untuk menambah acuan dalam menulis lebih lanjut. Karena itu akan selalu Kakak hadirkan.Perlu Adik-adik ketahui bahwa Eka Sansana juga menerima karya-karya dalam bahasa Dayak dlam upaya medorong tumbuhnya sastra tulis berbahasa Dayak sebagaimana dilakukan di Tanah Jawa dan Sunda. Kakak tahu bahwa di kalangan Adik-adik juga tidak sedikit yang senang melukis. Mengapa Adik-adik tidak megirimkanya ke Eka Sansana dengan alamat yang Adik-adik telah kenal : andriani_sjk(a)yahoo.com?

Tabe selalu dari Kakak,

Andriani S. Kusni

 

SAJAK-SAJAK DARI SMA NEGERI 1 PALANGKA RAYA

KEMARAU

Semilir anginmu hadirkan tawa riang

Lambungkan layang-layang di angkasa benderang

Terik mentarimu panjang menyengat

Merangsang kelopak bunga tuk kembang

Mendaulat senyawa glukosa rasuki batang-batang tebu

Pacu generatif hijauan tuk bercumbu

Ciptakan benih-benih yang ditunggu

Saat malam menjelang

Langit pun terang penuh gemintang

Kaki-kaki mungil tak henti berkejaran

Nikmati malam bermandikan rembulan

Saat fajar menjelang

Sang bayu berhembus lembab

Dingin menusuk tulang

Lahirkan titik-titik embun menggairahkan

Namun…

Masamu yang panjang

Membuat bumiku gersang

Sumur-sumur kering kerontang

Sungai-sungai bagai cawan sariawan

Leher-leher memanjang menahan kehausan

Rerumputan menguning sekarat

Lumut-lumut tinggal kerak

Kami menyebutmu paceklik

Karna tak satupun hasil yang dapat dipetik

Panas sinarmu bak pemantik

Hasilkan percikan api membara

Membakar hutan-hutan di bumi persada

Kemarau…

Bawa suka dan duka tiada terperi

Duka yang bukan kau maui

Tapi akibat ulah kami sendiri

Palangka Raya, Desember 2010

Evi Merdekawati

Kelas: XI IIA 1, SMA Negeri 1 P. Raya

 

SUASANA DI PAGI HARI

Ketikaku terbangun…

Kubuka mata ini perlahan-lahan

Kudengar suara alunan gemericik air yang berirama indah

Dari pancuran air bambu di belakang rumah

Kubuka jendela kamarku

Kuhirup udara pagi yang begitu bersahabat

Bebas dari polusi udara

Kulihat mentari mulai berbinar di ufuk timur

Memancarkan teriknya yang hangat untuk menyinari seluruh penjuru bumi

Kulihat embun pagi membasahi padang rumput lembut hijau yang terhampar luas

Seakan memberikan kesegaran Hidup ini

Kudengar burung-burung berkicau merdu

Seolah menyambut kehadiran mentari di pagi hari

Kulihat pepohonan seakan ikut menari juga melengkapi keceriaan di pagi hari ini

Kurasakan hembusan semilir angin yang lembut menyentuh kulitku

Seolah ingin mengajakku menikmati keceriaan di pagi ini

Kuambil sebuah pena dan selembar kertas

Kubiarkan penaku meliuk-liuk di atas kertas

Dan di atas kertas tersebut kutuangkan ungkapan hati, jiwa dan perasaan

Kuukir semua jalinan kata ungkapan hatiku

Menjadi sebuah rangkaian kalimat yang sederhana namun bermakna

Seakan mencerminkan ungkapan perasaan yang sedang kurasakan di pagi hari ini

O, Tuhan…

Terimakasih atas segala karunia yang kau berikan

Takkan kusia-siakan semua ini

Aku berjanji

Palangka Raya, Desember 2010

Feromiya Oksa

Kelas: X-3, SMA Negeri 1 P. Raya

 

SAHABAT

Kau tak ubahnya kertas putih

Selalu ada dalam duka dan sedih

Tempat mencurahkan rasa perih

Menghilangkan semua pedih

Kau bagaikan mentari pagi

Menghangatkan suasana hati

Menyinari hari-hari

Memekarkan bunga dalam taman hati

Sahabat,

Persahabatanmu sehijau daun

Seindah musik yang terdengar anggun

Bagai pagi berlimpahan embun

Palangka Raya, Desember 2010

Ria Janah Saputri

Kelas: XI IIA 2, SMA Negeri 1 P. Raya

Catatan Apresiasi Talusung Tanjung

DARI GEJALA MENUJU HAKEKAT

Eka Sansana nomor ini kembali menyajikan puisi-puisi dari SMA Negeri—1 Palangka Raya. Kali ini karya-karya Evi Merdekawati, Feromiya Oksa dan Ria Janah Saputri. Memperhatikan karya-karya yang disiarkan oleh Ruang Eka Sansana, SMA N-1, Sekolah-sekolah Yayasan Siswarta,MAN Model,untuk menyebut beberapa sekolah saja, memang gudang penulis-penulis berpotensi. Saya sangat yakin apabila potensi-potensi ini dipupuk dan dikembangkan, mereka akan tumbuh menjadi penulis-penulis handal yang bukan hanya membanggakan Kalteng, tapi juga negeri ini. Kalau lingkup dunia penulis bukan hanya sebatas satu langit tanahair, tapi dunia, maka yang memilih menjadi penulis tanahairnya tidak lain dari dunia itu sendiri. Untuk menjadi penulis bertanahair dunia tentu saja kerja keras, latihan, belajar, menyatu dengan, mengamati dan menganalisa kehidupan adalah suatu keniscayaan tanpa ada tawar-menawar. Dengan cara demikian, penulis bisa menjadi nurani bangsa dan anak manusia, bisa berada selangkah di depan kejamakan awam, menjadi pengawas masyarakat dan menyarankan jalan ke kemajuan. Tujuan menulis adalah melalui karya meyumbang dan menopang upaya memanusiawikan diri sendiri, anak manusia , kehidupan dan masyarakat, bukan memburu ketenaran. Yang bekerja akan dikenal karena masyarakat dan dunia tidak buta. Untuk menjadi penulis berkualitas demikian tidak mungkin melarutkan diri di permukaan gejala. Ia niscaya berupaya keras menjadikan gejala itu untuk menyelami hakekat. Pada hakekat, pada kebenaran terdapat keindahan. Sedangkan kesenian bergelut dengan keindahan. Mengatakan kebenaran sama dengan mengutarakan keindahan yang sanggup menggumul deraan waktu. Tiga sajak dari SMAN-1 di atas nampak memperlihatkan upaya mendalami gejala untuk mencari hakekat. Evi Merdekawati ketika melihat Kemarau tiba, setelah menyanyikan keindahan matahari, ia lalu mengajak pembacanya bencana kebakaran hutan yang saban tahun menimpa Kalteng. Kebakaran adalah suatu gejala. Evi tidak berhenti pada gejala kebakaran  tapi mencari sebabnya yang lebih dalam. Dalam pencarian sebab ini Evi sampai pada kesimpulan bahwa “Duka yang bukan kau maui/… akibat ulah kami sendiri”. Ulah manusia. Kecuali itu, dengan ketajaman pandang analisanya, Evi mengetahui bahwa hal ikhwal itu bukanlah sederhana, bukan hitam-putih, tapi kompleks. Terdiri dari hal yang positif dan negatif, yang biasa disebut “satu pecah jadi dua’’, bahwa yang ‘’satu’’ itu terdiri dari berbagai unsur.-Alam,matahari, embun yang indah tapi juga alam , matahari, embun yang sama kemudian menurunkan duka-nestapa. Hal-hal beginilah yang saya maksudkan dengan pendalaman gejala, mencari hakekat dari gejala. Mendapatkan hakekat, penyair lepas dari kecengengan.Hal serupa juga dilakukan oleh Feromiya Oksa dan Ria Janah Saputri. Feromiya ketika menyaksikan Suasana Di Pagi Hari, ia melihat kebesaran Tuhan. Artinya Feromiya bertanya dari mana gerangan asal muasal keindahan demikian. Pertnyaan yang bersifat pendalaman. Metode serupa juga digunakan oleh Ria Janah dalam puisinya berjudul Sahabat. Ria mencoba menggali arti Sahabat dalam kehidupan, bagaimana bersahabat. Penemuannya membawa kita pada kesimpulan tetua kita untuk saling asih, saling asah dan saling asuh.‘’Hatamuei lingu nalata’’ (saling mengembarai pikiran dan perasaan sesama) jika menggunakan ungkapan budaya Dayak. Hasil pencarian dan pendalaman ini diungkapkan oleh ketiga penyair muda langsung dari hati, tidak dibuat-buat. Tidak ‘’ndakik-ndakik’’ sehingga terjerumus ke puisi gelap yang hanya dimengerti oleh penyairnya sendiri. Pengungkapan langsung dari hati begini adalah suatu metode menemukan diri sendiri dalam menulis. Tentu akan sayang sekali, jika tiga penyair muda ini di hari-hari kemudian tidak lagi menulis. Tidak ada tua dalam menulis. Tidak ada jeda dalam mencari. Kalteng, tanahair, dunia, memerlukan penulis-penulis pencari dan pencinta. Penulis panarung!***

 

 

Leave a comment